Senin, 08 Februari 2010

Al-Hikam~1~ BERSANDAR HANYA PADA RAHMAT ALLAH

من علا ما ت الاعتماد على العمل نقصان الرجاء عند وجود الذلل
Sebagian dari tanda-tanda orang yang I’timad (menyandarkan diri) pada kekuatan amal usahanya adalah berkurangnya pengharapan terhadap rahmat dan pengampunan Alloh ketika ia berbuat suatu kesalahan (dosa).

Yang dinamakan I’timad yaitu membatasi kekuatan hanya pada satu perkara, I’timad mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan yang diinginkan dan ia menganggap bahwa dengan melakukan perbuatan tersebut tujuannya akan tercapai; misalnya : bekerja, ia percaya bahwa dengan bekerja akan tercapai segala keinginannya dan dengan bekerja ia akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pada dasarnya syariat Islam menyuruh kita supaya beramal dan berusaha, tapi hakikat syariat melarang kita menyandarkan diri pada amal usaha kita, melainkan kita harus menyandarkan diri kepada rahmat dan karunia Alloh SWT, sebagaimana makna yang terkandung dalam kalimat لا اله الا الله “Tiada Tuhan selain Alloh”, yang berarti bahwa tiada tempat bersandar, berlindung dan berharap kecuali hanya kepada Alloh dan tidak ada yang dapat menghidupkan dan mematikan melainkan Alloh SWT. dalam surat Yunus ayat 58 Alloh SWT berfirman :
قل بفضل الله وبرحمته فبذ لك فليفرحوا هو خير مما يجمعون
“katakanlah dengan karunia Alloh dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira.
Karunia Alloh dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan (QS.Yunus 58)

Dalam hal I’timad (menyandarkan diri), manusia terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
1. Orang yang menyandarkan diri pada amal perbuatannya, biasanya orang yang seperti ini selalu berbuat sembrono dan tergesa-gesa. Ia selalu berusaha melakukan perbuatan yang menjadi sandarannya, dengan melihat dari lahiriahnya saja, dan orang yang seperti ini selalu berputar pikirannya antara amal dengan Roja’(pengharapan) dan Khouf(rasa takut gagal). ولتنظر نفس ما قد مت لغد “Dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok “. (QS. Al-Hasyr 18)
2. Orang yang menyandarkan diri pada rahmat dan karunia Alloh SWT., orang seperti ini memandang bahwa segala sesuatu yang ada adalah anugerah dan karunia dari Alloh, manusia tidak mempunyai kekuatan untuk mengelakkan diri dari bahaya kesalahan dan tiada kekuatan untuk berbuat amal kebajikan kecuali dengan pertolongan dan rahmat dari Alloh SWT. وما بكم من نعمة فمن الله ثم اذا مسكم الضر فاليه تجئرون “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Alloh lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa kemudhorotan, maka hanya kepada Nya kamu meminta pertolongan.” (QS. An-Nahl 53) Adapun cirri-ciri orang yang menyandarkan diri pada karunia Alloh adalah mengembalikan semua kepada Alloh. Pada saat bahagia ia memuji dan bersyukur kepada Alloh, dan pada saat susah ia introspeksi diri dengan merenungi kesalahannya dan selalu berdo’a kepada Alloh SWT.
3. Orang yang menyandarkan diri pada pembagian dan ketetapan yang telah ditentukan oleh Alloh SWT. orang seperti ini memandang sesuatu sebagai takdir Alloh,
قل الله ثم ذرهم فى خوضهم يلعبون “Katakanlah : Alloh lah (yang menurunkan Taurat), kemudian(sesudah kamu menyampaikan Al-Qur’an kepada mereka) biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatan.” (QS. An-An’am 91)
Adapun cirri-ciri orang seperti ini adalah selalu pasrah dan diam (menerima) terhadap terjadinya ketentuan (takdir) Alloh. Jadi Roja’ (pengharapan) nya tidak akan bertambah dan tidak pula berkurang dikarenakan suatu hal, jika ditimbang Roja’ (pengharapan) dan Khouf (perasaan takut) nya pasti imbang dalam setiap perbuatannya, orang seperti ini kelihatan selalu gembira padahal dalam hatinya juga ada rasa susah.
Sebagian Ulama Tahqiq mengatakan; barang siapa yang telah mencapai maqom (1), maka ia tidak akan pernah kendur dalam beramal, barang siapa yang telah mencapai maqom (2), maka ia tidak bisa berpaling dari beramal, dan barang siapa yang telah mencapai maqom (3), maka ia tidak bisa berpaling dari siapa saja selain Alloh SWT.



0 komentar:

Posting Komentar