Selasa, 27 April 2010

Mengapa harus membaca Al-Qur'an

Seorang Muslim tua Amerika bertahan hidup di suatu perkebunan di suatu pegunungan sebelah timur Negara bagian Kentucky dengan cucu lelakinya yg masih muda. Setiap pagi Kakek bangun lebih awal dan membaca Al Quran di meja makan di dapurnya. Cucu lelaki nya ingin sekali menjadi seperti kakeknya dan mencoba untuk menirunya dalam cara apapun semampunya. Suatu hari sang cucu nya bertanya, “Kakek! Aku mencoba untuk membaca Al Qur’An seperti yang kamu lakukan tetapi aku tidak memahaminya, dan apa yang aku pahami aku lupakan secepat aku menutup buku. Apa sih kebaikan dari membaca Al Qur’An?

Dengan tenang sang Kakek dengan meletakkan batubara di dasar keranjang, memutar sambil melobangi keranjang nya ia menjawab, “Bawa keranjang batubara ini ke sungai dan bawa kemari lagi penuhi dengan air.” Maka sang cucu melakukan seperti yang diperintahkan kakek, tetapi semua air habis menetes sebelum tiba di depan rumahnya.

Kakek tertawa dan berkata, “Lain kali kamu harus melakukukannya lebih cepat lagi,” Maka ia menyuruh cucunya kembali ke sungai dengan keranjang tersebut untuk dicoba lagi. Sang cucu berlari lebih cepat, tetapi tetap, lagi-lagi keranjangnya kosong sebelum ia tiba di depan rumah. Dengan terengah-engah, ia berkata kepada kakek nya bahwa mustahil membawa air dari sungai dengan keranjang yang sudah dibolongi, maka sang cucu
mengambil ember sebagai gantinya. Sang kakek berkata, “Aku tidak mau ember itu; aku hanya mau keranjang batubara itu. Ayolah, usaha kamu kurang cukup, maka sang kakek pergi ke luar pintu untuk mengamati usaha cucu laki-lakinya itu. Cucu nya yakin sekali bahwa hal itu mustahil, tetapi ia tetap ingin menunjukkan kepada kakek nya, biar sekalipun ia berlari secepat-cepatnya, air tetap akan bocor keluar sebelum ia sampai ke rumah.

Sekali lagi sang cucu mengambil air ke dalam sungai dan berlari sekuat tenaga menghampiri kakek, tetapi ketika ia sampai didepan kakek keranjang sudah kosong lagi. Sambil terengah-engah ia berkata, ” Lihat Kek, percuma!” “Jadi kamu pikir percuma?” Jawab kakek.

Kakek berkata, “Lihatlah keranjangnya.” Sang cucu menurut, melihat ke dalam keranjangnya dan untuk pertama kalinya menyadari bahwa keranjang itu sekarang berbeda. Keranjang itu telah berubah dari keranjang batubara yang tua kotor dan kini bersih, luar dalam. “Cucuku, hal itulah yang terjadi ketika kamu membaca Al Qur’An. Kamu tidak bisa memahami atau ingat segalanya, tetapi ketika kamu membaca nya lagi, kamu akan berubah, luar dalam. Itu adalah karunia dari Allah di dalam hidup kita.”
Read More/Selengkapnya...

Kamis, 22 April 2010

Puncak Pengabdian Seorang Hamba

Oleh Prof Dr Nasaruddin Umar

Kata mujahadah tidak lebih populer daripada kata jihad atau ijtihad. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa ijtihad lebih utama daripada jihad. Rasulullah SAW bersabda, ''Goresan tinta para ulama lebih utama daripada tumpahan darah para syuhada.''

Namun, masih ada yang lebih utama dari ijtihad, yakni mujahadah. Mujahadah ialah perjuangan yang mengandalkan unsur batin atau kalbu. Seusai sebuah peperangan yang amat dahsyat, Rasulullah SAW menyampaikan kepada para sahabatnya, ''Kita baru saja pulang dari peperangan yang kecil ke peperangan yang lebih besar.''

Lalu beliau menjelaskan bahwa peperangan terbesar ialah melawan diri sendiri, yakni melawan hawa nafsu. Dalam buku Ihya Ulum al-Din, Imam Al-Gazali mengungkapkan, mujahadah satu jam lebih utama daripada beribadah (formalitas) setahun. Ini artinya, mujahadah merupakan puncak pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya.

Jihad, ijtihad, dan mujahadah, berasal dari satu akar kata yang sama, yaitu jahada yang berarti bersungguh-sungguh. Jihad adalah perjuangan sungguh-sungguh secara fisik; ijtihad perjuangan sungguh-sungguh melalui pikiran dan logika; dan mujahadah merupakan perjuangan sungguh-sungguh melalui kalbu. Bagi masyarakat awam, jihad itulah ibadah yang paling tinggi. Namun dalam perspektif tasawuf, mujahadah menempati posisi yang lebih utama.

Mujahadah bisa mengantar manusia meraih predikat tertinggi sebagai manusia paripurna (insan kamil). Dan ia merupakan kelanjutan dari jihad dan ijtihad. Seseorang yang mendambakan kualitas hidup paripurna tidak bisa hanya mengandalkan salah satu dari ketiga perjuangan tadi. Tetapi, ketiganya harus sinergi di dalam diri.

Rasulullah SAW adalah contoh yang sempurna. Beliau dikenal sangat terampil dalam perjuangan fisik. Hal itu terbukti dengan keterlibatannya dalam beberapa peperangan. Dan beliau sendiri tampil sebagai panglima perang. Beliau juga seorang yang cerdas pikirannya, dan panjang tahajudnya.

Dalam konteks kekinian, komposisi ketiga unsur perjuangan di atas sebaiknya diatur sesuai dengan kapasitas setiap orang. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Muslim terbaik (khaira ummah).

Seseorang yang hanya memiliki kemampuan fisik, maka jihad fisik baginya adalah perjuangan yang tepat. Bagi seorang ulama, jihad paling utama baginya ialah menulis secara produktif untuk mencerahkan dan mencerdaskan umat. Namun, untuk mujahadah, sesungguhnya dapat diakses setiap orang dari golongan manapun. Mari memopulerkan mujahadah di samping jihad dan ijtihad dalam masyarakat.
Read More/Selengkapnya...

Noda Yang Menghancurkan Ibadah

Oleh: Abdullah Hakam Shah MA

Banyak orang beranggapan bahwa kualitas ibadah hanya ditentukan oleh syarat, rukun, dan kekhusyukan dalam pelaksanaannya. Misalnya, shalat yang berkualitas adalah yang didahului oleh wudlu yang benar, suci pakaian dan tempatnya, serta khusyuk dalam melakukan setiap rukunnya. Demikian pula dengan ibadah-ibadah yang lain.

Saad bin Abi Waqqash RA bertanya kepada Rasulullah SAW tentang rahasia agar ibadah dan doa-doanya cepat dikabulkan. Rasul SAW tidak mengajari Sa'ad tentang syarat, rukun, ataupun kekhusyukan. Rasul mengatakan, "Perbaikilah apa yang kamu makan, hai Sa'ad." (HR Thabrani).

Ada sindiran yang hendak disampaikan Rasulullah SAW lewat hadis di atas. Yaitu, bahwa kebanyakan manusia cenderung memperhatikan 'kulit luar', tapi lupa akan hal-hal yang lebih urgen dan fundamental.

Setiap Muslim pasti mengetahui bahwa shalat atau haji mesti dilakukan dengan pakaian yang suci. Pakaian yang kotor akan menyebabkan ibadah tersebut tidak sah alias ditolak. Namun, betapa banyak di antara kaum Muslim yang lupa dan lalai bahwa makanan yang diperoleh dari cara-cara yang kotor juga akan berujung pada ditolaknya ibadah dan munajat kita.

Rasul SAW telah mengingatkan, "Demi Zat Yang menguasai diriku, jika seseorang mengonsumsi harta yang haram, maka tidak akan diterima amal ibadahnya selama 40 hari." (HR Thabrani).

Dalam hadis lain yang dinukil Ibnu Rajab al-Hanbali, Rasul SAW bersabda, "Barangsiapa yang di dalam tubuhnya terdapat bagian yang tumbuh dari harta yang tidak halal, maka nerakalah tempat yang layak baginya."

Di sinilah terlihat dengan jelas, korelasi antara kualitas ibadah dan sumber penghasilan. Bahkan, karena ingin memastikan bahwa semua yang dikonsumsi berasal dari sumber yang halal, para Nabi dan Rasul menekuni suatu pekerjaan secara langsung untuk menghidupi diri dan keluarga mereka.

Nabi Dawud adalah seorang pandai besi dan penjahit, Nabi Zakaria seorang tukang kayu, Rasulullah SAW adalah seorang pedagang, dan seterusnya. Demikian pula dengan para sahabat yang mulia; mayoritas kaum Muhajirin berprofesi sebagai pedagang, sementara kaum Anshar mengandalkan hidupnya dari pertanian.

Lebih dari itu, ketika seseorang bergelimang harta haram, dan ia menafkahi keluarganya dengan harta tersebut, sebenarnya ia tidak hanya menodai ibadahnya sendiri. Tapi, juga menodai ibadah dan masa depan anak-istrinya.

Seperti komentar Syekh 'Athiyah dalam Syarh al-Arbain an-Nawawiyah, "Orang tua seperti itu secara sengaja membuat ibadah dan doa anak-anaknya tertolak. Sebab, ia menjadikan tubuh mereka tumbuh dari harta yang haram." Wa Allahu a'lam
Read More/Selengkapnya...

Resep Mudah Melipatkan Nikmat

Oleh: Mukhyar Imran Lc

"Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya, jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan, jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku sangat pedih'." (QS Ibrahim [14]: 7).

Sudah seharusnya kita sebagai hamba bersyukur dengan nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Mulai dalam kandungan ibu sampai menjadi manusia yang bisa berpikir hingga kembali pada-Nya adalah nikmat Allah yang tidak terhingga. Mulai dari kesenangan hidup, rezeki, dan kasih sayangnya yang tak pernah putus.

Akankah kita mengingkari, menentang, melanggar, dan tidak mau mengabdikan diri kepada-Nya? Dari ayat di atas, kita dapat menarik hikmah bahwa bersyukur adalah sebuah jalan untuk mencari keridhaan-Nya. Sebaliknya, bila manusia mengingkari nikmat-Nya, bersiaplah menerima azab yang sangat pedih.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus senantiasa bersyukur atas segala nikmat dan anugerah yang diberikan Allah. Kita mesti bersyukur saat memperoleh kesenangan dan bersabar saat tertimpa musibah.

Rasulullah SAW bersabda, "Perkara orang Mukmin itu mengagumkan. Sesungguhnya, semua perihalnya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang Mukmin. Bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya. Bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya." (HR Muslim No 5318).

Sesungguhnya, nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita sangat banyak jumlahnya dan tak terhingga. Semua yang diberikan itu, sekiranya suatu saat Allah menagihnya, kita tidak akan sanggup untuk membayarnya. Sebab, nikmat itu diberikannya setiap saat dan tak pernah berhenti, mulai dari bangun tidur hingga kita tertidur lagi. Alangkah pengasih dan penyayangnya Allah kepada kita, umat manusia.

Allah SWT berfirman, "Dan, Dia telah memberikanmu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan, jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)." (QS Ibrahim [14]: 34).

Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk bersyukur kepada manusia. Karena, syukur kepada manusia merupakan salah satu bentuk tanda syukur kepada Allah SWT.

"Siapa yang tidak pandai bersyukur (berterima kasih) kepada manusia, berarti ia belum bersyukur kepada Allah." Abu Isa berkata, "Ini adalah hadis hasan sahih." (HR Tirmidzi No 1877). Dengan memperbanyak syukur, manusia akan menyadari segala kelemahan dan kekurangannya di hadapan Allah. Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur.
Read More/Selengkapnya...

Minggu, 18 April 2010

SHALAT DIPERJALANAN

Dalam bepergian, ada beberapa keringanan (rukhsah) dalam beribadah yang diberikan oleh agama kita untuk meringankan dan memudahkan pelaksanaannya. Salah satu keringanan tersebut adalah pelaksanan ibadah sholat dengan cara qashar (dipendekkan) dan dengan cara jamak (menggabung dua sholat dalam satau waktu). Dengan demikian pelaksanaan sholat dalam perjalanan, atau disebut "sholatus safar", dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :
1. Itmam, atau sempurna yaitu dilakukan seperti biasanya saat dirumah.
2. Qashar, yaitu sholat yang semestinya empat rakaat diringkas atau dipendekkan menjadi dua roka'at.
3. Jama', yaitu mengumpulkan dua sholat, Dhuhur dengan Ashar atau Maghrib dengan Isya', dalam salah satu waktunya.

SEMPURNA ATAU QASHAR?
Para ulama berbeda pendapat mengenai manakah yang lebih utama dalam melaksanakan sholat saat bepergian, apakah dengan sempurnya seperti biasa ataukah dengan qashar.
[1]. Pendapat pertama mengatakan qashar shalat saat bepergian hukumnya wajib. Pendapat ini diikuti mazhab Hanafiyah, Shaukani, Ibnu Hazm dan dari ulama kontemporer Albani. Bahkan Hamad bin Abi Sulaiman mengatakan barangsiapa melakukan sholat 4 rakaat saat bepergian, maka ia harus mengulanginya. Imam Malik juga diriwayatkan mengatakan mereka yang tidak melakukan qashar harus mengulangi sholatnya selama masih dalam waktu sholat tersebut.
Pendapat ini menyandar kepada dalil hadist riwayat Aisyah r.a. berkata:"Pada saat pertama kali diwajibkan shalat adalah dua rakaat, kemudian itu ditetapkan pada shalat bepergian, dan untuk sholat biasa disempurnakan" (Bukhari Muslim). Dalil ini juga diperkuat oleh riwayat Ibnu Umar r.a. beliau berkata:"Aku menemani Rasulullah s.a.w. dalam bepergian, beliau tidak pernah sholat lebih dari dua rakaat sampai beliau dipanggil Allah" (Bukhari Muslim).
Dalil lain dari pendapat ini adalah riwayat Ibnu Abbas r.a. juga pernah berkata:"Sesungguhnya Allah telah mewajibkan sholat melalui lisan Nabi kalian s.a.w. bahwa untuk orang bepergian dua rakaat, untuk orang yang menetap empat rakaat dan dalam keadaan ketakutan satu rakaat."(H.R. Muslim).
[2]. Pendapat kedua mengatakan bahwa melakukan sholat dengan cara qashar saat bepergian hukumnya sunnah. Pendapat ini diikuti oleh mazhab Syafii dan Hanbali dan mayoritas ulama berbagai mazhab.
Dalil pendapat ini adalah ayat al-Qur'an:
"وإذا ضربتم في الأرض فليس عليكم جناح أن تقصروا من الصلاة إن خفتم أن يفتنكم الذين كفروا"
(Annisa:101).
"Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu." Ayat ini dengan jelas menyatakan "tidak mengapa" yang berarti tidak keharusan.
Dalil tersebut juga diperkuat oleh riwayat dari beberapa orang sahabat yang melakukan sholat sempurna pada saat bepergian. Sekiranya qashar wajib, tentu tidak akan ada seorang sahabat yang meninggakannya. Beberapa sahabat yang diriwayatkan tidak melakukan qashar saat bepergian adalah Usman, Aisyah dan Saad bin Abi Waqqas r.a..
Dalil lain adalah bahwa tatkala seorang musafir bermakmum dengan orang yang mukim, maka wajib baginya menyempurnakan sholat mengikuti tata cara shalat imam yang mukim. Imam Syafii mengatakan telah terjadi konsensus (Ijma') ulama mengenai hal tersebut. Seandainya sholat musafir wajib qashar dan dua rakaat maka tentu sholatnya musafir tadi tidak sah karena melebihi dua rakaat. Ini menunjukan bahwa qashar bukan keharusan, tetapi anjuran atau sunnah.
[3]. Pendapat ketiga mengatakan bahwa makruh hukumnya menyempurnakan sholat saat bepergian dan sangat disunnahkan untuk melakukan qashar. Alasannya, bahwa qashar merupakan kebiasaan Rasulullah s.a.w. dan merupakan sunnah, meninggakan sunnah merupakan perkara makruh. Rasulullah s.a.w. juga mengatakan dalam sebuah hadist yang sangat masyhur:" Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihatku melakukannya sholat".

CARA SHOLAT QASHAR
Pelaksanaan sholat qashar sama seperti sholat biasa, hanya saja, sholat yang semestinya empat roka'at yaitu dhuhur, ashar, dan isya', di ringkas menjadi dua roka'at dengan niat qashar pada waktu takbirotul ihram.
Contoh lafadz niat qashar : Usholli fardlod-dhuhri rok'ataini qoshron lillahi ta'ala.
Artinya : saya niat sholat dhuhur dengan diqashar dua roka'at karena Allah.

SYARAT-SYARAT QASHAR
Orang yang sedang bepergian (musafir), diperbolehkan melakukan sholat dengan qashar, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Bukan bepergian maksiat, seperti bepergian dengan tujuan mencuri, dan lain-lain.
2. Jarak yang akan ditempuh, sedikitnya berjarak kurang lebih 80,64 km. Muslim sahaat Anas bin Malik r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. ketika bepergian sejauh tiga mil atau tiga farsakh, beliau melakukan shalat dua rakaat.
Hadist lain meriwayatkan Rasulullah s.a.w bersabda:"Wahai penduduk Makkah, janganlah kalian melakkan qashar pada perjalanan kurang dari empat bard, yaitu dari Makkah ke Usfan". (H.r. Dar Quthni dari Ibnu Abbas. Hadist ini juga diriwayatkan sebagai statemen Ibu Abbas).
Para ulama pada zaman dahulu memperkirakan jarak tersebut dengan durasi perjalanan selama dua hari menggunakan kuda atau onta. Dan para ulama sekarang memperkirakan sejauh 80,64 km atau dibulatkan 80 km. perbedaan kurang atau lebih sedikit tidak masalah karena al-Qur'an tidak secara jelas memberikan batasan jarak dan hadist-hadist dan perhitungan jarak mil dan farsakh versi lama masih mengalami perbedaan. Imam Syafii sangat ketat memberlakukan hitungan tersebut, yakni harus melebih minimal 80,6 km tidak boleh kurang.
3. Mengetahui hukum diperbolehkannya qashar.
4. Sholat yang di qashar berupa sholat empat roka'at. Yakni Dhuhur, Ashar dan Isya'
5. Niat qashar pada saat takbirotul ihram.
6. Tidak bermakmum/berjama'ah kepada orang yang tidak sedang melakukan qashar sholat.
7. Tidak berniat mukim untuk jangka waktu lebih dari tiga hari tiga malam di satu tempat.
Para ulama berbeda pendapat mengenai berapa lama seorang musafir masih diperbolehkan melakukan qashar ketika transit di satu tempat. Mayoritas ulama dan mazhab empat kecuali Hanafi mengatakan maksimum transit yang diperbolehkan melakukan qashar adalah tiga hari. Kalau seorang musafir menetap di satu tempat telah melebihi tiga hari maka ia tidak boleh lagi melakukan qashar dan harus menyempurnakan sholat. Pendapat kedua diikuti imam Hanafi dan Sofyan al-Tsauri mengatakan maksimum waktu transit yang dipernolehkan jama' adalah 15 hari. Pendapat ketiga diikuti sebagian ulama Hanbali dan Dawud mengatakan maksimum 4 hari.

JAMA' SHOLAT (MENGGABUNG DUA SHOLAT)
Menjama' sholat adalah melakukan sholat Dhuhur dan Ashar dalam salah satu waktu kedua sholat tersebut secara berturut-turut, atau melaksanakan sholat Maghrib dan Isya' dalam salah satu waktu kedua sholat tersebut secara berturut-turut. Maka sholat dengan cara jama' ada dua macam:
1. Jama' taqdim. Yaitu mengumpulkan sholat dhuhur dan sholat ashar dalam waktu dhuhur, atau sholat maghrib dan sholat isya' dalam waktu maghrib.
2. Jama' ta'khir. Yaitu mengumpulkan sholat dhuhur dan sholat ashar dalam waktu ashar, atau sholat maghrib dan sholat isya' dalam waktu isya'.
HUKUM JAMA'
Banyak yang beranggapan bahwa jama' merupakan ketentuan yang tidak terkait dengan qashar. Sejatinya kedua cara sholat ini tidak ada kaitannya dan mempunyai ketentuan sendiri-sendiri, hanya saja sering keduanya dilaksanakan secara bersamaan. Jadi melakukan qashar sholat dan sekaligus melakukan jama'. Sholat seperti itu disebut jama' qashar.
Para ulama melihat bahwa ketentuan jama' lebih longgar dibandingkan dengan qashar. Qashar boleh dilakukan pada kondisi tertentu dan sesuai aturan dan syarat di atas, tetapi jama' mempunyai ketentuan yang tidak seketat ketentuan di atas.
Para ulama juga berbeda pendapat mengenai diperbolehkannya jama' sholat. Mayoritas ulama mengatakan jama' sholat hukumnya boleh dan merupakan hak musafir. Karena hukumnya boleh maka seorang musafir boleh malakukan jama' dan boleh tidak melakukannya. Melakukannya dengan keyakinan mengikuti Rasululah s.a.w. adalah kesunahan.
Dalil-dalil yang menunjukkan dipebolehkannya jama' adalah antara lain:
[1]. Hadist riwayat Bukhari dari Anas bin Malik r.a. belaiau berkata bahwa Rasulullah s.a.w menggabung sholat Maghrib dan Isya' pada saat bepergian.
[2]. Hadist riwayat Muslim dari Muadz beliau berkata: kami bepergian bersama Rasulullah s.a.w. untuk perang Tabuk, beliau melakukan sholat Dhuhur dan Ashar secara digabung dan begitu juga dengan sholat Maghrib dan Isya'.
[1] hadist Anas bin Malik r.a.: Rasulullah s.a.w. ketika bepergian sebelum matahari condong ke barar, beliau mengakhirkan sholat dhuhur di waktu ashar, lalu beliau berhenti dan sholat keduanya. Apabila beliau berangkat setelah masuk waktu sholat maka beliau sholat dulu lalu memulai perjalanan". (h.r. Bukhari Muslim).
[2] Hadist Ibnu Umar r.a. berkata: suatu hari aku dimintai pertolongan oleh salah satu keluarganya yang tinggal jauh sehingga beliau melakukan perjalanan, beliau mengakhirkan maghrib hingga waktu isya' kemudian berhenti dan melakukan kedua sholat secara jama', kemudian beliau menceritakan bahwa itu yang dilakukan Rasulullah s.a.w. ketika menghadapi perjalanan panjang.
Kedua hadist di atas juga dijadikan landasan diperbolehkannya jama' taqdim, yaitu melakukan kedua pasangan sholat di atas dalam waktu pertama.
[3]. Hadist Muadz r.a. bahwa Rasulullah s.a.w. pada waktu perang Tabuk, manakala beliau meulai perjalanan setelah Maghrib, beliau memajukan Isya' dan melaksanakannya di waktu sholat maghrib. (h.r. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi dan beliau menghasankan hadist ini).
Sebagian ulama dari kelompok ini mengatakan bahwa yang utama bagi musafir yang sedang dalam perjalanan adalah melakukan jama'. Sedangkan musafir yang melakukan transit atau stop over lebih utama melakukan sempurna. Yang jelas dengan semangat mengikti sunnah Rasulullah s.a.w. maka kita mengikuti yang paling mudah dan meringankan sejauh itu tidak dosa. Rasulullah s.a.w. tidak pernah disodori dua pilihan kecuali mengambil yang paling mudah selama itu tidak dosa, kalau itu dosa maka beliau yang paling gigih menjauhinya (h.r. Bukhari dan Muslim).
Pendapat kedua adalah yang diikuti imam Ibu Hanifah atau mazhab Hanafi mengatakan bahwa sholat jama hanya boleh dilakukan pada hari Arafah untuk para jamaah haji, yaitu jama' taqdim, dan jama' ta'kir pada malam Muzdalifah. Alasan pendapat ini bahwa riwayat-riwayat yang menceritakan waktu-waktu sholat adalah hadist mutawaatir (diriwayatkan banyak orang), sedangkan hadist yang meriwayatkan jama' selain di waktu haji adalah hadist Ahad (personal), hadist yang mutawatir tidak bisa ditinggalkan dengan hadist ahad. Pendapat ini juga melandaskan pada riwayat Ibnu Mas'ud r.a. beliau berkata: "Demi Dzat yang tidak ada tuhan lain yang menyekutuinya, Rasulullah s.a.w. tidak pernah melakukan sholat kecuali pada waktunya kecuali dua sholat, yaitu beliau melakukan jama' (taqdim) dhuhur dan ashar di Arafah dan jama' (ta'khir) maghrib dan isya di Muzdalifah" (h.r. Bukhari Muslim).

CARA JAMA' TAQDIM
Yang dimaksud dengan sholat jama' taqdim adalah, melakukan sholat ashar dalam waktunya sholat dhuhur, atau melakukan sholat isya' dalam waktunya sholat maghrib. Sholat shubuh tidak dapat dijama' dengan sholat isya'. Pelaksanaan sholat dengan jama' taqdim antara sholat dhuhur dengan ashar, dilakukan dengan cara, setelah masuk waktu dhuhur, terlebih dahulu melakukan sholat dhuhur, dan ketika takbirotul ihram, berniat menjama' sholat dhuhur dengan ashar.
Contoh :
Usholli fardlod-dhuhri jam'an bil 'ashri taqdiman lillahi ta'ala.
Artinya : "Saya berniat sholat dhuhur dengan dijama' taqdim dengan ashar karena Allah"
Niat jama' taqdim, dapat juga dilakukan di tengah-tengah sholat dhuhur sebelum salam, dengan cara berniat didalam hati tanpa diucapkan, menjama' taqdim antara ashar dengan dhuhur.
Kemudian setelah salam dari sholat dhuhur, cepat-cepat melakukan sholat ashar. Demikian juga cara sholat jama' taqdim antara sholat maghrib dengan sholat isya', sama dengan cara jama' taqdim antara sholat dhuhur dengan ashar, dan lafadz dhuhur diganti dengan maghrib, lafadz ashar diganti dengan isya'.
Jika sholat jama' taqdim dilakukan dengan qashar, maka sholat yang empat raka'at, yaitu dhuhur, ashar, dan isya', diringkas menjadi dua rokaat. Contoh niat jama' taqdim serta qashar:
Usholli fardlod-dhuhri rok'ataini jam'an bil 'ashri taqdiman wa qoshron
lillahi ta'ala
Artinya : "Saya berniat sholat dhuhur dua roka'at dengan dijama' taqdim dengan ashar dan diqashar karena Allah "

SYARAT-SYARAT JAMA' TAQDIM
Orang yang sedang bepergian, diperbolehkan melakukan sholat jama' taqdim, dengan syarat sebagai berikut :
1. Bukan berpergian maksiat .
2. Jarak yang akan ditempuh, sedikitnya berjarak 80,64 km. (mazhab Syafii)
3. Berniat jama' taqdim dalam sholat yang pertama ( Dhuhur / Maghrib).
4. Tartib, yakni mendahulukan sholat dhuhur sebelum sholat ashar dan mendahulukan sholat maghrib sebelum sholat isya'.
5. Wila, yakni setelah salam dari sholat pertama, segera cepat-cepat melakukan sholat kedua, tenggang waktu anatara sholat pertama dengan sholat kedua, selambat-lambatnya, kira-kira tidak cukup untuk mengerjakan dua roka'at singkat. 

CARA JAMA' TA'KHIR
Yang dimaksud dengan jama' ta'khir adalah, melakukan sholat dhuhur dalam waktunya sholat ashar, atau melakukan sholat maghrib dalam waktunya sholat, isya'. Sholat shubuh tidak dapat dijama' dengan sholat dhuhur. Pelaksanaan sholat jama' ta'khir antara sholat dhuhur dan ashar, dilakukan dengan cara, apabila telah masuk waktu dhuhur, maka dalam hati niat mengakhirkan sholat dhuhur untuk dijama' dengan sholat ashar dalam waktu sholat ashar. Kemudian setelah masuk waktu ashar, melakukan sholat dhuhur dan sholat ashar seperti biasa tanpa harus mengulangi niat jama' ta'khir. Demikian juga cara melakukan jama' ta'khir sholat magrib dengan sholat isya'. Ketika masuk waktu maghrib berniat dalam hati mengakhirkan sholat maghrib untuk di jama' pada waktu sholat isya'. 

SYARAT-SYARAT JAMA' TA'KHIR
Orang yang sedang bepergian, diperbolehkan melakukan jama' ta'khir apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Bukan bepergian maksiat.
2. Jarak yang ditempuh, sedikitnya berjarak 80,64 km. (mazhab Syafii)
3. Berniat jama' ta'khir didalam waktu dhuhur atau waktu maghrib. 

KONDISI DIPERBOLEHKAN MELAKUKAN JAMA'
Ketentuan jama' dan atas adalah mengacu kepada pendapat mazhab Syafii. Berikut ini adalah kondisi-kondisi yang diperbolehkan melakukan sholat dengan jama' dari berbagai mazhab:
1. Perjalanan panjang lebih dari 80,64km (Syafii dan Hanbali).
2. Perjalanan mutlak meskipun kurang 80km (Maliki).
3. Hujan lebat sehingga menyulitkan melakukan sholat berjamaah khusus untuk sholat maghrib dan isya' (Maliki, Hanbali). Termasuk kategori ini adalah jalan yang becek, banjir dan salju yang lebat. Mazhab Syafii untuk kondisi seperti ini hanya memperbolehkan jama' taqdim. Dalil dari pendapat ini adalah hadist Ibnu Abbas bahwa Rasulullah s.a.w. sholat bersama kita di Madina dhuhur dan ashar digabung dan maghrib dan isya' digabung, bukan karena takut dan bepergian" (h.r. Bukhari Muslim).
4. Sakit (menurut Maliki hanya boleh jama' simbolis, yaitu melakukan solat awal di akhir waktunya dan melakukan sholar kedua di awal waktunya. Menurut Hanbali sakit diperbolehkan menjama' sholat).
5. Saat haji yaitu di Arafah dan Muzdalifah.
6. Menyusui, karena sulit menjaga suci, bagi ibu-ibu yang anaknya masih kecil dan tidak memakai pampers (Hanbali).
7. Saat kesulitan mendapatkan air bersih (Hanbali).
8. Saat kesulitan mengetahu waktu sholat (Hanbali).
9. Saat perempuan mengalami istihadlah, yaitu darah yang keluar di luar siklus haid. (Hanbali). Pendapat ini didukung hadist Hamnah ketika meminta fatwa kepada Rasulullah s.a.w. saat menderita istihadlah, Rasulullah s.a.w. bersabda:"Kalau kamu mampu mengakhirkan dhuhur dan menyegerakan ashar, lalu kamu mandi dan melakukan jama' kedua sholat tersebut maka lakukanlah itu" (h.r. Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi.
10. Karena kebutuhan yang sangat mendesak, seperti khawatir keselamatan diri sendiri atau hartanya atau darurat mencari nafkah dan seperti para pekerja yang tidak bisa ditinggal kerjaannya. (Hanbali).
Para pekerja di kota-kota besar yang pulang dengan tansportasi umum setelah sholat ashar sering menghadapi kondisi sulit untuk melaksanakan sholat maghrib secara tepat waktu karena kendaraan belum sampai di tujuan kecuali setelah masuk waktu isya', sementara untuk turun dan melakukan sholat maghrib juga tidak mudah. Pada kondisi ini dapat mengikuti mazhab Hanbali yang relatif fleksibel memperbolehkan pelaksanaan sholat jama'. Menurut mazhab Hanbali asas diperbolehkannya qashar sholat adalah karena bepergian jauh, sedangkan asas diperbolehkannya jama' adalah karena hajah atau kebutuhan. Maka ketentuan jama' lebih fleksibel dibandingkan dengan ketentuan qashar.

SHOLAT DI ATAS KENDARAAN
Pelaksanaan sholat di atas kendaraan pesawat, sama seperti sholat ditempat lainnya. Jika dimungkinkan berdiri, maka harus dilakukan dengan berdiri, ruku' dan sujud dilakukan seperti biasa dengan menghadap qiblat. Namun jika tidak bisa dilakukan dengan berdiri, maka boleh sholat dengan duduk dan isyarat untuk sholat sunnah. Sedangkan untuk sholat fardlu maka ruku-rukun sholat seperti ruku' dan sujud, mutlak tidak boleh ditinggalkan. Sholat fardlu yang dilaksanakan di atas kendaraan sah manakala memungkinkan melakukan sujud dan ruku' serta rukun-rukun lainnya. Itu dapat dilakukan di atas pesawat atau kapal api yang mempunyai ruangan atau tempat yang memungkinkan melakukan sholatg secara sempurna. Apabila tidak memungkinkan melakukan itu, maka sholat fardlu sambil duduk dan isyarat bagi orang yang sehat tidak sah dan harus diulang. Demikian pendapat mayoritas ulama.
Pendapat ini dilandaskan kepada hadist-hadist berikut:
[1]. Dalam hadist riwayat Bukhari dari Ibnu Umar r.a. berkata:"Rasulullah s.a.w. melakukan sholat malam dalam bepergian di atas kendaraan dengan menghadap sesuai arah kendaraan, beliau berisayarat (ketika ruku' dan sujud), kecuali sholat-sholat fardlu. Beliau juga melakukan sholat witir di atas kendaraan.
[2].Hadist Bukhari yang lain dari Salim bin Abdullah bin Umar r.a. berkata:"Abdullah bin Umar pernah sholat malam di atas kendaraannya dalam bepergian, beliau tidak peduli dengan arah kemana menghadap. Ibnu Umar berkata:"Rasulullah s.a.w. juga melakukan sholat di atas kendaraan dan menghadap kemana kendaraan berjalan, beliau juga melakukan sholat witir, hanya saja itu tidak pernah dilakukannya untuk sholat fardlu".
Bagaimana melaksanakan sholat fardlu di atas kendaraan yang tidak memungkinkan memenuhi rukun-rukun sholat? Terdapat dua cara, yaitu:
[1] Melakukan sholat untuk menghormati waktu (lihurmatil wakti) dengan sebisanya, misalnya sambil duduk dan isyarat. Sholat seperti ini wajib diulang (I'adah), setelah menemukan sarana dan prasarana melaksanakan sholat fardlu secara sempurna
Cara melakukan sholat lihurmatil waqti, sama seperti melakukan sholat biasa, hanya saja, bagi yang sedang berhadats besar, seperti junub, dicukupkan dengan hanya membaca bacaan yang wajib-wajib saja, tidak boleh membaca surat-suratan setelah bacaan fatihah. 

ANTARA WUDLU DAN TAYAMMUM
Saat bepergian atau di atas kendaraan, untuk melaksanakan sholat terkadang mengalami kendala sulitnya mencari air. Maka pada saat tidak menemukan air untuk berwudlu, atau ada air, namun oleh pemilik air tidak diperbolehkan digunakan berwudlu', seperti ketika berada didalam pesawat, oleh petugas tidak diperbolehkan menggunakan air untuk berwudlu', karena dikhawatirkan dapat mengganggu sistem pesawat, sehingga dikhawatirkan membahayakan keselamatan para penumpang. Maka dalam kondisi ini diperbolehkan tayammum, yaitu bersuci dengan debu.
Pada saat dimana juga tidak terdapat sarana untuk bertayamum, seperti debu, maka sholatnya dapat dilakukan dengan cara di atas.

QADLA SHOLAT YANG TERTINGGAL SAAT BEPERGIAN
Apabila kita bepergian dan karena satu dan lain hal kita terpaksa meninggalkan sholat atau tidak mungkin melakukan sholat, maka kita wajib melakukan qadla atas sholat yang kita tinggalkan tersebut. Qadla artinya melakukan sholat di luar waktu seharusnya.
Untuk sholat yang ditinggalkan saat bepergian jauh, qadla juga dapat dilaksanakan dengan qashar sesuai ketentuan qashar di atas, asalkan masih dalam kondisi bepergian dan belum sampai di tempat tujuan atau tempat bermukim, atau telah kembali di rumah. Maka apabila kita ingin melakukan qadla shalat yang tertinggal dalam bepergian, hendaknya melakukannya pada saat masih dalam perjalanan dan sebelum sampai di rumah, sehingga kita masih mendapatkan dispensasi melakukan qashar.
Apabila kita melakukan qadla shalat yang tertinggal di perjalanan tadi telah sampai di tempat tujuan untuk bermukim lebih dari tiga hari, atau setelah kita sampai di rumah, maka kita tidak lagi mendapatkan dispensasi qashar dan harus melaksanakannya dengan sempurna. Alasannya adalah karena keringanan qashar diberikan saat bepergian dan saat itu kita bukan lagi musafir maka wajib melaksanakan sholat secara sempurna.

BATAS MULAI DIPERBOLEHKAN MENGAMBIL KERINGANAN
Batas mulai diperbolehan jamak dan qashar adalah pada saat musafir telah melewati batas desanya. Begitu juga batas akhir mulai tidak diperbolehkan melakukan qashar atau jamak bagi seorang musafir adalah pada saat mulai memasuki batas desa dimana dia akan tinggal atau bermukim. Kalau anda melakukan qashar dan jamak takhir saat perjalanan pulang, hendaknya melakukannya sebelum masuk batas desa anda. Kalau anda terlanjur masuk desa tersebut, maka anda tidak lagi berhak atas keringanan seperti jamak atau qashar.
Semoga bermanfaat. Artikel ini disarikan dari berbagai sumber kitab kuning.
Read More/Selengkapnya...

Jagalah Mata, Jagalah Hati

Mata adalah penuntun, dan hati adalah pendorong dan penuntut. Mata memiliki 
kenikmatan pandangan dan hati memiliki kenikmatan pencapaian. Keduanya merupakan
sekutu yang mesra dalam setiap tindakan dan amal perbuatan manusia, dan tidak
bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain.
Ketika seseorang memiliki niat untuk melakukan sesuatu yang muncul dari dalam
hati, maka dia memerlukan mata sebagai penuntunnya. Untuk melihat, mengamati,
dan kemudian otak ikut bekerja untuk mengambil keputusan.
Bila seseorang memiliki niat untuk melakukan amal yang baik, maka mata
menuntunnya kearah yang baik pula. Dan bila seseorang berniat melakukan suatu
perbuatan yang tidak baik, maka mata akan menuntunnya kearah yang tidak baik
pula.
Sebaliknya bisa pula terjadi, ketika mata melihat sesuatu yang menarik, lalu
melahirkan niatan untuk memperoleh kenikmatan dari hal yang dilihatnya, maka
hati akan mendorong mata untuk menjelajah lebih jauh lagi, agar dia memperoleh
kepuasan dalam memandangnya. Sehingga Allah SWT memberikan kepada kita semua
rambu-rambu yang sangat antisipatif, yaitu perintah untuk menundukkan pandangan.
Dalam Al-Qur’an Surat An-Nur ayat 30-31 Allah swt berfirman:

Artinya: "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kerudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka,
atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara laki-laki mereka atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau
pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung. " (QS. An Nuur: 30-31).
Demikianlah hal yang terjadi, sehingga ketika manusia terpuruk dalam kesesatan,
maka terjadilah dialog antara mata dan hati, seperti yang dituturkan oleh
seorang ulama besar Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah dalam bukunya "Taman Orang-orang
Jatuh Cinta dan Memendam Rindu".
Hati berkata kepada Mata: “Kaulah yang telah menyeretku kepada kebinasaan dan
mengakibatkan penyesalan karena aku mengikutimu beberapa saat saja. Kau
lemparkan kerlingan matamu ke taman itu, kau mencari kesembuhan dari kebun yang
tidak sehat, kau salahi firman Allah, "Hendaklah mereka menahan pandangannya"
(An-Nur 30), dan kau salahi sabda Rasulullah Saw yang artinya, "Memandang wanita
adalah panah beracun dari berbagai macam panah Iblis. Barangsiapa
meninggalkannya karena takut kepada Allah Azza wa Jalla, maka Allah akan memberi
balasan iman kepadanya, yang akan didapati kelezatannya di dalam hatinya". (H.R.
Ahmad)”.
Kemudian mata menjawab dan menyanggah perkataan hati.
Mata berkata: “Kau zhalimi aku sejak awal hingga akhir. Kau kukuhkan dosaku
lahir dan batin. Padahal aku hanyalah utusanmu yang selalu taat dan penuntun
yang menunjukkan jalan kepadamu. Engkau adalah raja yang ditaati. Sedangkan kami
hanyalah rakyat dan pengikut. Untuk memenuhi kebutuhanmu, kau naikkan aku ke
atas kuda yang binal, disertai ancaman dan peringatan. Jika kau suruh aku untuk
menutup pintuku dan menjulurkan hijabku, dengan senang hati akan kuturuti
perintah itu. Jika engkau memaksakan diri untuk menggembala di kebun yang
dipagari dan engkau mengirimku untuk berburu di tempat yang dipasangi jebakan,
tentu engkau akan menjadi tawanan yang sebelumnya engkau adalah seorang
pemimpin, engkau menjadi budak yang sebelumnya engkau adalah tuan. Yang demikian
itu karena pemimpin manusia dan hakim yang paling adil, Rasulullah Saw, telah
membuat keputusan bagiku atas dirimu, dengan bersabda:
"Sesungguhnya di dalam tubuh itu ada segumpal darah. Jika ia baik, maka seluruh
tubuh akan baik pula, dan jika ia rusak, rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah,
segumpal darah itu adalah hati." (H.R. Bukhori Muslim).
Abu Hurairah Ra. Berkata, "Hati adalah raja dan seluruh anggota tubuh adalah
pasukannya. Jika rajanya baik, maka baik pula pasukannya. Jika raja buruk, buruk
pula pasukannya". Jika engkau dianugerahi pandangan, tentu engkau tahu bahwa
rusaknya para pengikutmu adalah karena kerusakan dirimu (wahai hati), dan
kebaikan mereka adalah karena kebaikanmu. Jika engkau rusak, rusak pula para
pengikutmu. Lalu engkau lemparkan kesalahanmu kepada mata yang tak berdaya.
Sumber bencana yang menimpamu adalah karena engkau tidak memiliki cinta kepada
Allah, tidak menyukai dzikir kepada-Nya, tidak menyukai firman, ‘asma dan
sifat-sifat-Nya. Engkau beralih kepada yang lain dan berpaling dari-Nya. Engkau
berganti mencintai selain-Nya.”
Demikianlah, mata dan hati, sepasang sekutu yang sangat serasi. Bila mata
digunakan dengan baik, dan hati dikendalikan dengan keimanan kepada Allah SWT,
maka kerusakan dan kemungkaran dimuka bumi ini tak akan terjadi. Namun bila yang
terjadi adalah sebaliknya, maka kerusakan dan bala bencanalah yang senantiasa
menyapa kita.
Tentang menahan pandangan mata, Imam Ibn al-Qoyyim mengatakan dalam kitabnya,
al-Jawab al Kafi hal. 129: “Pandangan mata adalah duta syahwat. Menjaga
pandangan adalah pangkal penjagaan farj (kemaluan). Barang siapa melepas bebas
pandangan matanya, berarti telah mengiring dirinya menuju lubang-lubang
kehancuran.
Nabi saw bersabda:
Artinya: “Wahai Ali, janganlah engkau turutkan kilasan pandangan (pertama)
dengan pandangan (berikutnya). Tidak mengapa untukmu kilasan awal pandangan.”
Maksud ‘kilasan’ awal pandangan adalah kilasan pandangan spontanitas yang
terjadi tanpa kesengajaan” Imam Ibn Qoyyim mengatakan didalam musnad al-imam
ahmad ibn hambal, tertera hadist dari Rasulullah saw:
“Pandangan mata itu laksana anak panah yang beracun dari anak panah-anak panah
iblis”

Selanjutnya beliau (Imam Ibn Qoyyim) mengatakan: “Pandangan mata adalah pangkal
segala bencana yang menimpa manusia, karena pandangan itu melahirkan detikan
hati; detikan hati melahirkan pikiran melayang; pikiran melayang melahirkan
nafsu birahi; nafsu birahi melahirkan hasrat; hasrat itu kemudian menguat sampai
menjadi tekad yang kuat. Karenanya, tidak boleh tidak, akan terjadilah
perbuatan, selagi tidak ada sesuatu hal yang menghalangi”. Oleh sebab itu, ada
pujangga yang mengatakan: “Bersabar menahan pandangan mata adalah lebih mudah
daripada bersabar terhadap pedihnya derita setelah pandangan itu”.
Karena itu sudah sewajarnya kita menahan pandangan mata dari memandang lelaki
atau memandang wanita. Hendaklah kita tidak melihat gambar-gambar yang yang
merangsang, yang dipancang di sebagian majalah atau digelar di layar televisi
maupun video. Dengan itu, niscaya kita selamat dari dampak buruk. Berapa banyak
kilasan pandangan mata yang menyeret seseorang menuju penyesalan dan kegelisaan
yang tak berujung. Gejolak api yang membara terjadi akibat percikan api yang
dipandang kecil.
Oleh karena itu, sepatutnyalah kita sebagai manusia yang lemah selalu berdo’a
dan memohon kepada Allah swt agar Ia selalu membimbing hati-hati kita, dan agar
kita mampu membimbing hati-hati kita kejalan yang Ia ridhoi. Dan semoga kita
mampu membawa dan menjaga amanah nikmat memandang, sehingga kita tidak menyalahi
anugrah terbesar ini untuk melihat hal-hal yang tidak Ia ridhoi.
Ya Allah, bimbinglah kami, agar kami mampu mengendalikan hati kami dengan
keimanan kepada-Mu, mengutamakan cinta kepada-Mu, dan tidak pernah berpaling
dari-Mu.
Ya Allah, bimbinglah kami, agar kami mampu mengendalikan mata/ pandangan kami
kearah yang Engkau ridhoi. Jauhkan kami dengannya menuju penglihatan dari
pandangan-pandangan yang Engkau haramkan sehingga menyebabkan kami terjerumus
kejurang maksiat..
Allaahumma ‘aafina fii badaninai, Allaahumma ‘aafina fii sam’ina, Allahumma
‘aafina fii qolbinaa, Allaahumma ‘aafina fii bashorina. Aamiin.
Read More/Selengkapnya...

Rabu, 14 April 2010

Kiat Mencapai Hidup Sukses

Setiap barang bagus harganya pasti mahal, dan untuk mendapatkannya tidak bisa dengan cara yang santai, dibutuhkan kerja keras, tekad yang kuat dan perjuangan yang tak kenal lelah. Karena itu orang yang meraih fajar hanyalah orang yang mau melakukan perjalanan panjang dan melelahkan diwaktu malam.

Allah swt menegaskan ”orang orang yang berjuang keras mencari keridloaan kami, benar benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan kami”. Dalam sebuah riwayat, Nabi saw bersabda “ kemulyaan seseorang itu bukan karena nasabnya, tetapi karena jerih payah usahanya sendiri”, Dalam syair arab dikatakan “man jadda wajada” siapa yang giat, dia yang dapat.

Memang dalam hidup ini setiap orang akan diuji dengan bermacam kasus, tetapi dibalik itu pasti terkandung maksud yang khusus, dengan ujian akan terlihat kwalitas iman, maka kokohkan sabar dan kuatkan tekad, hanya yang menempuh sungguh-sungguh yang dapat menggapai kemuliaan, “man qara’al baaba lajja walaja”. barang siapa yang mengetuk pintu berkali kali pada akhirnya akan dibukakan pintu hidayah.

Dalam alqur’an disebutkan “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali”(Qs. 2 : 155 – 156)

Ujian atau test adalah sebuah sarana untuk menuju posisi yang lebih tinggi. seseorang yang dipromosikan menduduki jabatan terhormat terlebih dahulu harus lolos dalam fit and proper test. banyak sekali riwayat yang menegaskan hal tersebut, misalnya “Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang baik, maka ditimpakan kepadanya musibah (HR Bukhari). “Sesungguhnya bila Allah menyenangi suatu kaum, mereka akan diuji terlebih dahulu.(HR Tirmidzi).

Memang acapkali Tuhan menaruh barang berharga ditempat yang tidak berharga, menyembunyikan rahmatNya dibalik momentum yang tak disangka banyak orang. Terkadang Tuhan melakukan pencerahan, menabur cinta dan menurunkan rahasia-rahasia justru dibalik kejadian yang seakan-akan dahsyat seperti yang bernama bencana atau musibah.

Nabi saw bersabda”Tiada seorang muslim yang terkena musibah melainkan Allah menetapkan kepadanya derajat yang tinggi dan Allah akan menebus dosanya sesuai dengan tingkat derita yang menimpanya itu” (HR. Ibnu Majah).

Falsafah tantangan kehidupan, laksana memanjat pohon yang tinggi, semakin keatas semakin kencang hembusan angin yang menerpanya, seseorang yang bertekad meraih prestasi menjulang harus bersiap diri menghadapi hembusan angin nan kencang. Ketika program telah matang dirancang, maka jalankan dengan serius dan konstan tanpa perasaan ragu atau plin plan, juga tidak perlu hiraukan ocehan orang agar tidak terombang ambing dalam kekalutan.

Dalam menjalani hidup kita semua mesti bersikap optimis kendati langgam kehidupan tidak selamanya manis, memang ada banyak liku dan tanjakan yang mesti dilalui, ada banyak rahasia yang mesti disingkap dan ada banyak rintangan yang mesti diatasi, tetapi yakinlah bahwa Allah hanya memberi beban sesuai kemampuan hambanya. Sesungguhnya setiap kejadian itu sudah dalam rekomendasi Tuhan, karenanya setiap kejadian itu pasti ada maksud dan tujuannya, dan setiap maksud dan tujuan Tuhan itu pasti baik.

Pada dasarnya tidak ada satupun yang tidak bisa diraih, tetapi syaratnya jangan ragu, sebab keraguan hanya menunjukkan bahwa tekad kita belum maksimal, tak ada kebaikan dalam keraguan, yaqinlah dengan seyaqin yaqinnya bahwa Allah kuasa mengabulkan hajat hambanya, dengan keyaqinan, yang mustahil akan menjadi kenyataan, tetapi tanpa keyaqinan, kepastian akan menjadi sirna.

Allah itu sesuai prasangka hambanya, bila seseorang mengingat Allah, maka Allah akan mengingatnya, bila seseorang mencintai Allah, maka Allah akan mencintainya, bila seseorang memohon perlindungan, maka Allah akan melindunginya, bila seseorang yaqin permohonannya dikabulkan Allah, maka Allah benar-benar akan mengabulkannya.

Kunci sukses seseorang dalam kehidupan ini, sejatinya hanyalah satu, yakni jika yang bersangkutan mendapatkan ridlo dan barokah dari Allah swt, sungguh tidak ada yang dapat dilakukan oleh seseorang, tanpa bantuan Allah swt, Seseorang yang diridloi dan dibarokahi oleh Allah, maka seluruh kehidupannya akan terasa mudah, dan semua langkahnya “kudu kudunya” dibuat benar.

Kalau Allah berkehendak, tidak ada satupun kekuatan yang dapat menghalanginya. Allah berkuasa atas segala sesuatu, Allah mampu membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin, apa yang berat bagi kita sangat ringan bagi Allah, apa yang sulit bagi kita adalah sangat mudah bagi Allah.

Intinya untuk mencapai sukses tidak ada jalan lain kecuali kita kian merapat kepada Allah, Dalam hadits qudsi ditegaskan : Siapa yang mendekat padaKu satu depa maka Aku akan mendekat padanya satu hasta, siapa mendekat padaKu dengan cari berjalan, maka Aku akan mendekat padanya dengan cari berlari. Sekali lagi Bila Allah telah berkehendak, apapun bisa saja terjadi.

Untuk diterima mendekat kepada Allah, diperlukan dua syarat utama : Pertama, adalah bakti dan syafaat Nabi Muhammad Saw, Kedua bakti dan ridho kepada orang tua. Logikanya, untuk langsung sendiri kepada Allah, diri kita terlalu hina dan kotor, maka perlu seorang mediator yang paling dekat dengan Allah, yakni Nabi Muhammad saw kekasih Allah yang namanya selalu digandeng bersama dalam kalimah tauhed.

Karena itulah alqur’an menegaskan ”Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. 3 : 31). Sementara dalam sebuah hadits dikatakan ” Doa seseorang masih tertutup hijab sebelum ia mengucapkan sholawat bagi Muhammad saw dan ahlul baitnya ”.

Selain syafaat Rasululluh, ridlo orang tua juga merupakan syarat untuk mendapat ridlo Allah : Dalam sebuah hadits disampaikan “Ridlo Allah tergantung pada ridlo kedua orang tua dan murka Allah juga tergantung pada murka kedua orang tua.

Dengan mediator ridlo kedua orang tua, barokah dan karamah para kekasih Allah, syafaat Rasululloh saw dan idzin serta ridlo Allah swt kita semua akan tiba pada stasiun ketaqwaan, yang dengannya semua urusan kita akan dimudahkan oleh Allah, perjuangan kita akan dibantunya dan semua permohonan kita akan dikabulkannya.
Read More/Selengkapnya...

Kiat Memperoleh Keselamatan

Dalam sebuah hadits Rasululloh saw bersabda ”Ada tiga perkara yang dapat menyelamatkan manusia, yaitu : sikap takut kepada Allah baik dalam keadaan sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, Berlaku adil baik pada waktu tenang maupun marah, Dan Hidup sederhana baik pada waktu faqir maupun kaya” (Hr. Tabrani)

Menurut hadits diatas, kunci keselamatan manusia terletak pada tiga perkara, yakni

Pertama, Sikap takut kepada Allah dalam keadaan apapun.

Yang dimaksud takut kepada Allah adalah takut akan siksa yang akan ditimpakan kepada siapapun yang melanggar laranganNya. Allah swt selain memiliki sifat jamaliyah yang menunjukkan keindahan, kasih sayang dan ampunanNya, juga memiliki sifat jalaliyah yang menunjukkan keagunganNya dan kemaha perkasaanNya dalam membalas siapapun yang melanggar laranganNya, dalam hal ini Allah swt dilukiskan sebagai “syadidul iqab” sangat berat siksaannya dalam mengadzab orang orang yang melanggar laranganNya.

Manakala seseorang telah memiliki rasa takut kepada Allah, maka dia menjadi orang yang mudah menerima peringatan sehingga dapat merubah pola hidupnya keluar dari yang bathil menuju yang haq. Allah swt berfirman ”Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihatNya ”(Qs. 35 : 18)

Sikap takut kepada Allah, mendorong seseorang untuk melaksanakan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya baik dalam keadaan sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, sehingga yang bersangkutan dapat mencapai derajat taqwa. Maka kunci pertama keselamatan manusia hakekatnya adalah taqwa.

Ditegaskan dalam Alqur’an” Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, Maka mereka adalah orang- orang yang mendapat kemenangan”. (Qs. 24 : 52)

Kedua, Berlaku adil baik pada waktu tenang maupun marah.
Tatanan masyarakat harmonis hanya dapat terwujud dengan baik manakala keadilan ditegakkan di berbagai sektor kehidupan, karena itu banyak sekali teks suci yang memerintahkan kita untuk berlaku adil dalam keadaan apapun dan terhadap siapapun.

Allah swt berfirman dalam Alqur’an ”Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.(Qs.16 : 90)

Dalam sebuah hadits disebutkan diantara tanda-tanda orang yang telah mencapai maqom spiritual tinggi adalah : Mampu tersenyum dan memberi maaf disaat dirinya sedang marah dan disakiti, mampu dermawan disaat dirinya sangat butuh, konsisten menjaga hukum Allah kendati peluang untuk melanggar sangat besar, mampu menyampaikan yang haq meski dihadapan oarng yang paling ditakuti resikonya

Berlaku adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya secara proporsional. Seorang peminpin dapat disebut adil, manakala dirinya menata rakyatnya diatas landasan kesetaraan, pemerataan dan penegakan hukum tanpa pandang bulu. Keadilan merupakan sesuatu yang vital bagi semua orang, sebab dengan tegaknya keadilan akan terwujud kehidupan yang damai yang bersih dari berbagai bentuk kecemburuan dan kesenjangan sosial.

Sebaliknya, ketidak adilan merupakan faktor utama timbulnya berbagai bentuk keributan kemanusiaan, ia merupakan lumbung yang paling potensial memunculkan kesenjangan dan kecemburuan sosial. Oleh karena itu dalam Qs. 5 : 8 Allah swt menyeru : Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Ketiga, Hidup sederhana baik pada waktu faqir maupun kaya.

Pola hidup sederhana adalah salah satu karakteristik dari kepribadian Rasululloh saw, dalam sebuah hadits disebutkan dalam sebuab doanya Rasulululloh bermohon ” Ya Allah ..hidupkan aku bila itu lebih baik bagiku, dan matikan aku bila itu lebih baik bagiku, berilah aku rasa takut KepadaMu dalam keadaan apapun, berilah aku kemampuan menyampaikan yang haq baik disaat marah maupun disaat senang, dan berilah aku hidup sederhana baik disaat miskin maupun disaat kaya. (Hr. Al Hakim)

Kesederhanaan diwaktu miskin berarti bahwa meskipun dalam keadaan susah dan kekurangan, seseorang tidak boleh mengeluh dan tetap menahan diri untuk tidak berbuat maksiat atau menjual harga dirinya. Nabi mengajarkan seorang mukmin harus mempertahankan martabat dan kewibawaannya dari menggadaikan harga dirinya walaupun mungkin ia harus mati kelaparan.

Yang dimaksud sederhana di saat kaya adalah kendati dirinya berada dalam posisi yang berkecukupan, hendaknya jangan bersikap mubazir, boros dan sombong, ingatlah bahwa hidup manusia bagaikan roda berputar yang sekali waktu diatas dan sekali waktu dibawah, karena itu manfaatkanlah masa kaya sebelum datang masa miskin, kekayaan itu adalah amanah yang harus disalurkan untuk kepentingan Islam dan kemanusiaan.

Pernah suatu waktu pembesar qurays menawarkan tahta dan harta kepada Rasul, asal beliau mau menghentikan dakwahnya, tetapi beliau menjawab, Demi Allah apapun yang kalian tawarkan kepadaku, Aku tidak akan berhenti beristiqomah dalam pola hidup sederhana sampai titik darahku yang penghabisan.

Bagi Rasul, kesederhanaan yang halal lebih beliau cintai ketimbang kekayaan yang subhat, gubuk reot lebih beliau pilih asal terhormat dari pada bangunan megah hasil menjilat atau hasil sumbangan penguasa atau pengusaha yang setiap saat menghisap darah rakyat.

Zaman memang terus berubah, lain Rasululloh lain pula umatnya. Jika dulu Rasul memilih hidup sederhana , saat ini banyak yang mengaku pengikut Rasul bersedia melakukan apa saja, termasuk mengorbankan harga dirinya hanya untuk berlomba, berebut mengejar hidup mewah .

Biarlah kita hidup sederhana, asal masih punya harga diri. dan rasa malu, bukankah telah banyak diantara kita yang hidup bergelimang harta dan kemewahan, tetapi apalah gunanya semua itu kalau harus menggadaikan harga diri dan kehilangan rasa malu. Sekaya apapun seseorang, setinggi apapun jabatannya, bila ia kehilangan rasa malu dan harga diri, maka tidak akan ada artinya dihadapan manusia, dan lebih lebih dihadapan Allah swt.

Demikianlah tiga kunci yang dapat mengantarkan kita semua pada tangga keselamatan hidup, baik dunia dan lebih-lebih di akherat kelak
Read More/Selengkapnya...

Kiat Memperoleh Kebahagiaan

Kebahagiaan merupakan dambaan setiap orang, karena itu seluruh aktivitas manusia, yang bekerja keras siang malam, yang memeras keringat banting tulang, bahkan yang sampai merantau ke negeri orang, ujung-ujungnya adalah dimaksudkan untuk memperoleh kehidupan yang bahagia.

Dalam pandangan Islam terdapat empat point yang dapat menjadi kunci bagi terbukanya pintu kebahagiaan, yakni :

Pertama, Memperbanyak mengingat dosa.

Pada hakekatnya kebahagiaan itu bersumber dari Allah dan berpusat dihati manusia. Hati yang bersih, bening, cerah, tenang dan stabil akan memperlancar aliran kebahagiaan dari sumber asalnya. Sementara perbuatan dosa yang dilakukan seseorang akan mengakibatkan hati yang bersangkutan menjadi kacau, kotor dan gelap, dan apabila dosa kian bertumpuk, hati bukan saja kotor tetapi akan berubah menjadi kotoran itu sendiri, sehingga sangat sulit mencapai kebahagiaan.

Disebutkan dalam sebuah hadits “Sesunguhnya orang mu’min apabila berbuat dosa terbentuklah noda-noda hitam dihatinya, bila dosa bertambah maka bertambah pula noda-noda hitam itu sehingga tertutuplah hatinya. Dan apabila dia bertaubat dan menghentikan perbuatannya serta memohon ampun kepada Allah, maka hati itu akan kembali mengkilap”. (Hr. Turmudi)

Maka seseorang yang selalu mengingat dosanya akan terdorong untuk terus berupaya bertaubat dan mohon ampun kepada Allah serta meneguhkan tekadnya untuk tidak mengulanginya kembali.

Ditegaskan dalam Alqur’an “Dan orang-orang yang apabila telah berbuat keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka…. dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, bagi mereka balasannya adalah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya. (Qs. 3 : 135 – 136)

Dengan demikian, bagi Islam, orang baik bukanlah orang yang tidak pernah berbuat salah atau dosa, tetapi yang secepatnya menyadari kesalahannya dan segera memohon ampun atau bertobat kepada Allah swt.

Kedua, Melupakan kebaikan yang telah dilakukan.

Seseorang yang melupakan kebaikannya akan membuatnya menyadari bahwa investasi akheratnya masih minim sehingga mendorongnya untuk terus beramal lebih giat lagi. Sebaliknya mereka yang selalu mengingat kebaikannya membuatnya merasa telah cukup beramal dan cepat puas sehingga kehilangan semangat untuk berbuat lebih banyak lagi.

Kecuali itu, seseorang yang merasa amalnya telah banyak menganggap dirinya telah layak menerima anugerah Allah, padahal sungguh, kendati seluruh hidupnya digunakan untuk berbuat baik kepada Allah, niscaya belum cukup membeli anugerah Allah swt. Apalagi amalnya memang sedikit dan masih banyak virusnya, seperti riya’ dan ujub, karena itu sungguh kita tidak bisa mengandalkan amal kita dihadapan Allah, yang dapat kita lakukan hanyalah mengharap kasih sayang dan ridloNya.

Dalam sebuah hadits disebutkan : Seorang masuk sorga bukan karena amalnya, tetapi karena kasih sayang (rahmat) Allah ta’ala. (Hr. Muslim). Karena itu Rasul saw selalu berdoa “Tuhanku, ampunanMu lebih aku harapkan dari amalku, kasihMu jauh lebih luas dari dosaku, jika dosaku besar disisiMu, ampunanMu jauh lebih besar dari dosa-dosaku. Jika aku tidak berhak untuk meraih kasihMu. KasihMulah yang pantas untuk mencapaiku, sebab kasih sayangMu meliputi segala sesuatu”.

Ketiga, Dalam soal agama mesti mengaca pada orang yang diatasnya.

Artinya untuk urusan agama dan kebaikan kita mesti memegang prisip bahwa bila orang lain mampu menguasai ilmu agama dan mampu beribadah sesuai ilmunya sehingga memperoleh derajat yang tinggi disisi Allah, kenapa kita tidak, toh kita semua telah dilengkapi oleh akal dan hati yang sama oleh Allah swt.

Dalam Islam, ilmu agama merupakan sesuatu yang penting dan terhormat, ia dianggap cahaya yang dapat menerangi kegelapan, mengingat begitu terhomatnya posisi ilmu agama bagi seseorang, maka Nabi saw menegaskan ”Kelebihan seorang alim (ahli ilmu) atas seorang ‘abid (ahli ibadah) ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang ” (Hr. Abu daud). Bahkan orang yang merintis “saja” jalan mencari ilmu agama oleh Allah akan dimudahkan buatnya jalan ke sorga.

Keempat, Dalam soal dunia mesti mengaca pada orang yang dibawahnya.

Bila dalam soal agama kita mesti mengaca dan mengacu pada orang yang diatasnya sehingga termotivasi untuk berlomba dalam kebaikan, maka dalam soal dunia, mengacanya bukan pada orang yang diatasnya tetapi pada orang yang berada dibawahnya.

Hal ini dimaksudkan untuk soal dunia kita belajar menjadi orang yang pandai bersyukur, sebab di dunia ini masih banyak orang lain yang nasibnya jauh lebih sengsara dari kita, karena itu betapapun keadaan kita saat ini mesti disyukuri, bila kebetulan kita hanya punya motor, maka syukurilah, karena masih banyak orang lain yang kemana-mana hanya dengan berjalan kaki. Bila kebetulan kita tidak punya apa-apa tetapi masih mampu berjalan kaki, maka syukurilah, karena tidak sedikit orang lain yang berjalan saja tidak mampu karena dikeroyok penyakit yang tak kunjung sembuh, begitulah seterusnya.

Selain itu sikap diatas akan mengantarkan kita belajar menjadi qona’ah, yakni ridlo dengan apapun yang telah menjadi keputusan Allah atas diri kita. Orang qona’ah hidupnya sangat tenang dan damai, sebab dirinya tidak mau diperbudak oleh berbagai macam keinginginan atas dasar keserakahan, ia tidak mau tergiur mengejar mati-matian sesuatu yang tidak bisa dibawa mati.

Dalam Alqur’an disebutkan ” Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar (Qs. 9 : 100)

Demikianlah empat kiat yang dapat menjadi kunci bagi terbukanya pintu kebahagiaan.
Read More/Selengkapnya...

Kiat Meraih Tiket Menuju Syurga (II)

Dalam sebuah hadits Rasululloh saw menegaskan terdapat empat macam perbuatan yang mengantarkan pelakunya memperoleh tiket ke sorga tanpa melalui proses hisab, yakni :

Pertama, Afsus Salam (Menyebarkan Salam)

Menyebar salam adalah memberikan manfaat keselamatan, kedamaian dan ketenteraman kepada seluruh mahluk di jagad makrokosmos ini. Itulah tugas utama sekaligus merupakan karakteristik dari kaum muslimin, karena itu Nabi saw menegaskan “tidak termasuk golonganku orang yang membuat tetangganya tidak tenang karena kejahatannya”. Dengan semangat rahmatan lil alamin, diharapkan terwujud komonitas masyarakat yang salamah dan saling menentramkan yang didalamnya sarat toleransi dan persaudaraan.

Guna mewujudkan semangat salam yang saling menentramkan, Islam mengajarkan kita beberapa hal, antara lain budayakan Islah dan tabayyun, hindarkan taskhirriyah, meremehkan atau memperolo-olakn orang lain., Jangan suka menghina orang lain, jauhkan diri dari sikap su-udhon atau buruk sangka, jangan suka mencari kesalahan orang lain dan jangan suka menggunjing orang lain atau ghibah.

Kedua, Wasilul Arham (Menyambung tali silatur rahiem)

Dalam sebuah Hadits disebutkan “barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya menyambung tali silatur rahiem”. Pada kesempatan lain Rasululloh saw bersabda “ “Maukah kalian Aku tunjukkan hal hal yang menyebakan kalian diangkat derajatnya oleh Allah ? Na’am kata para sahabat, Nabi berkata ” Kau ma’lumi orang yang mengejek dan menentangmu karena ketidak tahuannya, anda maafkan orang-orang yang mendholimimu, Kau berikan rizqimu pada orang yang mengharamkan hartanya untukmu dan anda sambungkan tali persaudaraan dengan orang yang memutuskannya”.

Karena itu yang dimaksud dengan Silatur Rahiem bila mengacu pada hadits Nabi saw adalah “Laysal muwashil bil mukafi’ walakin al muwashil ‘an tashil man qatha’ak (Silatur rahiem itu bukanlah membalas kunjungan atau pemberian, tetapi menyambung apa yang terputus)

Kedudukan budaya silatur rahiem sangat urgen dalam kehidupan, karena akan mengantarkan kita pada tiga sikap utama, yakni akseptasi (kesediaan menerima keberadaan kelompok lain), apresiasi (menghargai keyakinan kelompok lain) dan ko eksistensi (kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dengan kelompok lain), tiga sikap ini pada gilirannya akan mengantarkan kita pada tahap kedewasaan diri yang dengan lapang dada menerima keanekaragaman sebagai sunnatullah.

Dengan budaya silatur rahiem, akan menyebar semangat kasih sayang antar sesama, dengan kasih sayang, kesenjangan, kecemburuan dan dengki akan diganti dengan sikap saling pengertian dan toleransi, dengan toleransi akan terbentuk persaudaraan yang kokoh, dan dengan persaudaraan yang kokoh akan terwujud kehidupan yang damai.

Ketiga, Ath’imut tho’am (Memberi makan orang yang lapar)
Dalam alqur’an amal yang paling sering disebut adalah memberi makan orang-orang miskin, salah satunya dalam surat al maa’uun “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”

Dalam sebuah riwayat disampaikan “Tuhan bertanya kepada Jibril as, Wahai Jibril seandainya Aku menciptakan anda sebagai seorang manusia, bagaimana cara anda beribadah kepadaku ? Jibril menjawab, aku akan menyembahmu dengan tiga cara. Pertama Aku akan beri minum orang yang kehausan, kedua aku akan menutupi kesalahan orang lain ketimbang akau membicarakannya, dan ketiga aku akan menolong meraka yang miskin”.

Riwayat diatas menegaskan bahwa syarat seseorang untuk dapat taqorrub dengan Allah adalah bila sebelumnya ia telah dekat dengan saudara saudaranya yang kekurangan. Dengan kata lain bila Allah menyuruh manusia mendekatkan diri kepadanya dengan mengisi masjid-masjid yang sunyi, maka Allah juga menyuruh manusia mendekatkan diri kepadanya dengan mengisi perut-perut yang kosong.

Selama ini ibadah kita hanya terbatas pada ibadah ritual saja, belum bergerak pada ibadah sosial, padahal posisi keduanya adalah sama. Betapa banyak diantara kita yang disibukkan dengan urusan ibadah mahdhah tetapi mengabaikan kemiskinan, kebodohan, kelaparan dan kesengsaraan hidup yang diderita saudara saudara mereka.

Tidak sedikit diantara kita dengan khusu’ bertahajjud berjam-jam diatas sajadah, sementara disekitar kita tak terhitung tubuh tubuh layu kelaparan dan kurang gizi, Betapa mudahnya jutaan rupiah kita habiskan untuk umroh, disaat ribuan saudara kita masih sangat sulit mencari sesuap nasi, ribuan anak putus sekolah karena tidak ada biaya, ribuan orang sakit menggelepar menunggu maut karena tak dapat membayar biaya berobat dan bahkan disaat ribuan saudara kita terpaksa melacurkan diri, atau bahkan menjual iman dan keyakinannya demi sesuap nasi untuk mempertahankan hidup.

Padahal Rasul saw sangat tegas mengatakan “barang siapa diantara kaum muslimin yang tidak memikirkan atau memperhatikan nasib kaum muslimin yang lain, maka mereka bukan termasuk golongan umat ku”. Dalam riwayat lain ditegaskan “Tidak beriman seseorang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara ia tahu bahwa ada tetangganya yang kelaparan”.

Keempat, Shollu billayli wannasu niyam (Solat malam ketika orang lain terlelap)

Diantara ciri orang taqwa adalah mereka yang sedikit tidur diwaktu malam dan menghabiskan malam-malamnya dengan bersujud, mengadukan nasibnya, bermohon, bermunajat, bertasbih, beristighfar dan mendekatkan diri kepada Allah swt dalam sholat guna menperoleh maqom mahmuda. Dalam sebuah riwayat disebutkan “Setiap malam Allah swt turun ke langit dunia dan berseru : Adakah hambaku yang minta ampun malam ini ?, Adakah hambaku yang bertaubat malam ini ?, Adakah hamba yang minta dipenuhi hajatnya malam ini ? Sehingga Aku penuhi semua permintaannya”.

Sholat dalam Islam bukan sekedar pengistrihatan mental dari segala kesibukan bendawi, tetapi lebih merupakan sarana efektif bagi upaya komonikasi, secara vis a vis antara makhluk dan sang kholik. Sholat adalah saat yang paling tepat untuh mencurahkan segalanya kepada Allah. Sebab menurut Hadits yang diriwayatkan Muslim “paling dekatnya hamba dengan kholiknya adalah ketika ia sujud (di waktu Sholat)”

Sholat adalah momentum yang amat strategis dimana relasi seorang mu’min diperbaharui dengan saluran rahasia yang menjadi sumber wujud dirinya, ketika seseorang memasuki kosmologi sholat sesungguhnya yang bersangkutan sedang berpisah dengan alam relatif dan fana menuju ke alam absolut dan baqa’, ketika seseorang mengangkat tangan (takbir) dalam sholat, saat itu sesungguhnya yang bersangkutan tengah meninggalkan planet ini, dia sedang mi’raj menghadap Allah Swt di sidratul muntaha, sebagaimana ditegaskan oleh sebuah hadits bahwa “Assolatu Mi’rajul Mu’minin “

Dalam sebuah riwayat disampaikan “Barang siapa yang memelihara sholat malam, Allah akan memelihara dia dari lima hal. 1) dihilangkan kesusahan dunianya, 2) diselamatkan dari siksa kubur. 3) seluruh amal kebaikannya akan diterima 4) Melewati siratol mustaqimn laksana kilat dan 5) akan dimasukkan ke sorga tanpa proses hisab”.

Bila empat hal diatas kita lakukan secara konsisten, maka tiket gratis menuju sorga akan kita kantongi, insyaAllah.
Read More/Selengkapnya...

Kiat Meraih Tiket Menuju Syurga

Dalam sebuah riwayat Rasululloh saw bersabda “Jaminlah enam perkara kepadaku, niscaya Aku jamin kalian tiket ke sorga, yaitu : Berkatalah yang benar jika kalian bicara, Tepatilah apabila kalian berjanji, Tunaikanlah apabila kalian diamanati, Jagalah kehormatan kalian, Tundukkanlah pandangan kalian dan Kendalikanlah tangan kalian” (Hr. Ahmad & Baihaqi)

Hadits diatas menegaskan enam perbuatan yang pelakunya mendapat jaminan dari Rasululloh saw berupa tiket gratis ke sorga, yakni :

Pertama, Berkata benar .
Lisan bagi manusia merupakan instrumen yang paling signifikan mendatangkan kebaikan, tetapi ampuh juga mendatangkan keburukan, sejarah membuktikan tidak sedikit terjadinya kerusakan dalam skala besar di masyarakat gara-gara perkataan lisan yang tidak benar.

Karena itu disebutkan “salamatul insan fi hifdzil lisan” (keselamatan manusia tergantung pada lisannya)”, bahkan keberimanan seseorang juga diukur oleh lisannya, sebagaimana sabda nabi saw “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata benar atau diam saja”.

Yang termasuk perkataan baik menurut alqur’an meliputi : (1) perkataan yang benar, jujur, lurus, tidak bohong serta tidak berbelit belit, Ini disebut Qowlan Syadiida (Qs. 4 : 9), (2), Perkataan yang penuh hikmah, tidak sia sia, fasih, dan efektif, ini disebut Qowlan Baliigha (Qs. 4: 63), (3). Perkataan yang pentas, santun
dan relevan ini disebut Qowlan Mansuura (Qs. 17: 28), (4), Perkataan yang mulia atau Qowlan Kariima (Qs. 17: 23), (5) Perkataan yang lemah lembut dan menyejukkan atau Qowlan Layyina (Qs. Thoha : 44) dan (6) yang termasuk perkataan baik adalah Qowlan Ma’ruufa (Qs. 4 : 5) yakni perkataan yang bagus, tepat pemilihan katanya sehingga mudah difahami.

Lisan menjadi sangat berbahaya dan berdampak sosial luas, ketika ia digunakan untuk berkata dusta, berkata kotor, memfitnah, mengadu domba, menyebar isu bohong, ghibah, menghasut dan memprofokasi. Ucapan semacam itu dapat menyakitkan perasaan seseorang, membuat orang lain tercemar nama baiknya dan jatuh martabatnya, maka yang demikian itu dosanya adalah lebih besar dari pembunuhan. Sebagaimana sabda Rasululloh saw “Fitnah itu adalah lebih kejam dari pembunuhan. Maka bagi yang mampu menjaga lisannya dan hanya menggunakannya pada hal yang baik, adalah tiket pertama menuju sorga.

Kedua, Menepati janji.

Dalam Islam, janji itu adalah hutang yang harus dipenuhi, karena itu alqur’an menegaskan ” Hai orang orang yang beriman, tepatilah janji janji itu, sesungguhnya janji itu akan ditanya “.

Dari segi orientasinya, janji manusia ada dua macam, pertama, janji kepada Allah dan kedua janji kepada sesama manusia. Janji kepada Allah kita ucapkan setiap kali kita melakukan sholat, yakni dalam iftitah “sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah” juga ketika membaca surat alfatihah “Ya Allah hanya kepadaMu aku menyembah dan minta pertolongan”. Maka seseorang yang masih menyembah dan minta pertolongan kepada selain Allah “dalam segala bentuknya” berarti ia telah mengingkari janjinya.

Padahal baik janji kepada Allah maupun janji kepada manusia wajib hukumnya dipenuhi, karenanya janganlah mudah berjanji kalau tidak mau ditepati, sebab hal tersebut akan dihitung sebagai hutang yang akan ditagih dikemudian hari.

Ketiga, Menunaikan amanah

Dalam Qs. 4 : 58 Allah swt berfirman ” Sesungguhnya Allah menyuruh manusia menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”

Semua yang ada pada kita berupa apapun sejatinya merupakan amanat yang wajib ditunaikan sesuai kehendak Allah swt, Dalam sebuah hadits Rasululloh saw bersabda “Apabila amanah sudah disia-siakan (tidak ditunaikan kepada yang berhak menerimanya), maka tungguhlah saat kehancurannya”.

Oang yang berkhianat bila mendapat amanah oleh Islam disebut orang munafik, seperti ditegaskan Nabi saw “Tanda orang munafik itu ada tiga : apabila berbicara ia dusta, bila berjanji ia ingkar dan bila dipercaya ia hiyanat.”

Sebaliknya, orang orang yang menyampaikan amanah menurut alqur’an adalah sifat orang mu’min yang akan mewarisi sorga firdaus dan akan kekal didalamnya. Hal ini tergambar dalam (Qs. 23 : 8, 10 dan 11) Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi,(yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.

Keempat, Menjaga kehormatan.
Menuruti dorongan nafsu seksual memang tidak akan ada puasnya, ibarat orang minum air laut, semakin banyak meminumnya, merekapun semakin haus. Apalagi di zaman ini, dimana peluang dan kesempatan begitu mudah didapat, bahkan terus ditawarkan secara terang terangan melalui pelbagai bacaan dan tontonan yang sifatnya umum sekalipun, oleh karenanya, dalam suasana yang demikian, upaya memelihara kehormatan bukanlah pekerjaan yang mudah, dibutuhkan iman yang kokoh, sekokoh karang ditengah badai gelombang yang terus menerjang.

Dalam riwayat yang lain hadits Nabi bersabda ” Barang siapa menjamin kepadaku memelihara apa yang ada diantara dua rahang (mulut) dan diantara dua kaki (kemaluan), maka saya menjamin baginya sorga “.

Kelima, Menundukkan pandangan

Pandangan manusia dapat menjadi sember kebaikan, tetapi juga dapat membawa pada malapetaka. Alqur’an menegaskan ” Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya….. (Qs. 24 : 30-31).

Dalam suasana dekadensi moral yang tingkat kerusakannya telah mencapai titik kritis, dimana publikasi adegan porno yang membangkitkan syahwat terus dipublikasikan secara gencar diberbagai media masa, seperti internet, TV, majalah, koran sampai HP, kiranya menahan pandangan telah menjadi tantangan yang sangat berat bagi kaum beriman.

Karena itu Nabi saw menganjurkan bagi para pemuda yang telah mempunyai kemampuan, untuk segera melangsungkan pernikahan, sebab dengan itu mereka dapat menjaga pandangan dan kemaluan dari hal-hal yang dilarang Allah. Dalam riwayat yang lain Rasul saw bersabda ” Terdapat tiga mata manusia yang nantinya tidak melihat api neraka, yakni mata yang terjaga di jalan Allah, mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang tidak mau melihat hal-hal yang diharamkan Allah” (Hr. Tabrani).

Keenam, Kendalikan tanganmu

Syarat terakhir orang yang akan diberikan tiket menuju sorga adalah mereka yang mampu mengendalikan tangan atau kekuasaannya dengan baik.

Yang disebut mengendalikan tangan dengan baik adalah tidak mengambil sesuatu yang dilarang Allah, misalnya mencuri, merampas hak orang lain, memukul atau menyakiti orang lain dan semacamnya, tidak meminta minta, juga tidak memegang seseorang yang tidak halal baginya.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Tabrani, disebutkan “ditikam dari besi adalah lebih baik daripada tangan yang menyentuh “bi sahwat” seseorang yang tidak halal baginya. Sedangkan mengendalikan kekuasaan dengan baik adalah tidak menggunakan kekuasaannya untuk mendholimi diri sendiri apalagi mendholimi orang lain.
Read More/Selengkapnya...

Selasa, 13 April 2010

Kiat Mencapai Taqwa (2)

Yang membedakan manusia yang satu dengan lainnya dihadapan Allah bukanlah rupa, etnik, jenis kelamin, kekayaan, kekuasaan atau jabatan, tetapi kadar ketaqwaannya. Allah berfirman ” Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian di hadapan Allah adalah yang paling bertaqwa diantara kalian”.

Secara sederhana taqwa adalah melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, baik secara terang terangan maupun secara rahasia. Karena posisinya yang demikian utama dalam Islam, maka para pelakukunya (Muttaqin) akan mendapatkan berbagai balasan yang besar dari Allah baik di dunia lebih lebih diakherat.

Balasan Allah yang langsung diterima oleh manusia taqwa didunia, antara lain :

1. Allah akan memudahkan segala urusannya, memberi jalan keluar atas semua kesulitannya dan memberinya rezeki dengan jalan tidak disangka sangka. (Qs. 65 : 2, 3)
2. Allah akan memberikan furqon (kemampuan instingtif) untuk dapat membedakan yang haq dan yang bathil, dijauhkan dari kesalahan-kesalahan dan diampuni dosa-dosanya. (Qs. 8 : 29)
3. Allah akan membuka barokah dari segenap pintu langit dan bumi (Qs. 7 : 96)
4. Mereka selalu disertai, ditolong dan dicintai Allah sehingga dalam keadaan apapun tidak perlu hawatir dan bersedih hati (Qs. 10 : 62)
5. Diwafatkan dalam keadaan baik (Qs. 16 : 32) .

Sedangkan balasan Allah bagi manusia taqwa di akherat antara lain :

1. Diselamatkan oleh Allah
2. Mendapat pahala yang berlipat ganda (Qs 65 : 5)
3. Tak tersentuh api neraka (Qs 39 : 61)
4. Mendapat posisi paling mulya disisi Allah
5. Sebagai utusan terhormat (Qs 19 : 85)
6. Mendapat balasan sorga. (Qs. 16 : 32, 54 : 54,55)
7. Mendapat salam penghormatan tatkala memasuki sorga (Qs. 39 : 74)

Menurut Imam Qusyairi kata “taqwa” tersusun atas empat huruf, yakni huruf Ta’ ( ﺖ ) yang bermakna Tawadlu , huruf Qof ( ﻖ ) mempunyai arti Qona’ah, huruf wawu ( ﻮ ) berarti wara’, dan huruf Ya’ ( ﻯ ) berarti Yaqin. Dari susunan kata tersebut maka seseorang dapat disebut telah memperoleh derajat taqwa apabila memiliki sifat, Tawadu’, Qona’ah, Wara’ dan Yakin.

Pertama, Tawadlu’

Tawadlu’, merupakan salah satu wujud dari ahlakul karimah, yakni sikap rendah hati, tidak mau menonjolkan diri dan jauh dari arogansi atau kesombongan. Orang tawadlu’ sama dengan falsafah bumi, dirinya rela untuk selalu berposisi dibawah, rela dinjak-injak atau diapakan saja, tetapi dirinya terus istiqomah memberikan manfaat bagi sekalian alam, buktinya kepada bumi mayat manusia dikubur, dari sesuatu yang dihasilkan bumi manusia makan dari minum.

Orang tawadlu’ juga sama dengan falsafah padi dan air laut, semakin berisi dan menguning padi semakin tertunduk, air laut juga begitu, semakin dalam dia semakin tenang. Karena sifatnya yang demikian, maka dalam sebuah hadits disebutkan “barang siapa yang bersikap tawadlu’ derajatnya akan diangkat oleh Allah swt”.

Kedua, Qona’ah

Qona’ah artinya ridlo dengan segala pemberian yang menjadi keputusan Allah, karenanya hidupnya sangat tenang dan damai. Menurut Al Ghazali, orang qona’ah adalah orang yang merasa kaya meskipun tidak kaya, dirinya merasa cukup dengan apa yang telah diberikan Allah kepadanya, ia tidak mau tergiur mati-matian mengejar sesuatu yang tidak bisa dibawa mati, ia menjadi merdeka karena ridlo (menerima apa adanya) segala keputusan Allah.

Dalam beberapa riwayat, Rasululloh bersabda “Bukanlah kekayaan itu lantaran banyak harta, tetapi kekayaan sebenarnya adalah kekayaan jiwa” ( Hr.Tabrani). Qona’ah itu adalah harta yang tak akan hilang dan simpanan yang tak akan lenyap ( Hr.Tabrani)

Ketiga, Wara’.

Wara’ adalah lawan dari sikap sembrono, yakni sikap berhati-hati tidak saja pada hal-hal yang jelas-jelas tidak baik (haram), tetapi juga pada hal-hal yang masih belum jelas (subhad).

Orang yang wara’ sikap selektifnya terhadap sesuatu sangatlah ketat, dia berhati-hati betul dalam berbicara, dalam bertingkah laku, juga dalam memutuskan segala sesuatu yang terkait dengan dirinya. Karena itu peluang selamatnya menjadi lebih besar.

Keempat, Yaqin.

Imam qusyairi menyebutkan, yaqin itu adalah ketetapan ilmu yang tidak berputar putar dan tidak terombang ambing serta tidak berubah rubah dalam hati. Nabi saw bersabda “Yang sangat aku takuti terhadap umatku adalah lemahnya keyakinan mereka”.

Dalam kehidupan ini seseorang harus bersikap optimis kendati perjalanan hidup tidak selamanya manis. Tidak ada satupun yang tidak bisa diraih, tetapi syaratnya jangan ragu, sebab keraguan hanya menunjukkan bahwa tekad kita belum maksimal, tak ada kebaikan dalam keraguan, yaqinlah dengan seyaqin-yaqinnya bahwa Allah kuasa mengabulkan hajat hambanya, dengan keyaqinan yang mustahil akan bisa menjadi kenyataan, tetapi tanpa keyaqinan, kepastian akan menjadi sirna.

Allah itu sesuai prasangka hambanya, bila kita yaqin bahwa Allah akan menolong kita, maka Allah benar-benar akan menolong kita, bila kita yaqin bahwa Allah mengabulkan doa kita, maka Allah benar-benar akan mengabulkan doa kita.

Bila seseorang mengingat Allah, maka Allah akan mengingatnya, bila seseorang mencintai Allah, maka Allah akan mencintainya, bila seseorang memohon perlindungan, maka Allah akan melindunginya, bila seseorang mendekat kepadaNya sejengkal, Allah akan mendekatinya sehasta, bila seseorang mendekat kepadaNya sehasta, Allah akan mendekatinya sedepa, bila seseorang mendekat kepadaNya dengan berjalan, Allah akan mendekatinya dengan berlari.
Read More/Selengkapnya...

Kiat Mencapai Taqwa (1)

Dalam Qs ali Imran ayat 133 –136 disebutkan “….. orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik dalam keadaan lapang atau sempit, dan orang-orang yang menahan marah dan suka memaafkan kesalahan orang lain, Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji dan menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, … dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu ……., balasan mereka adalah ampunan dari Tuhan mereka dan sorga ……… mereka kekal didalamnya, dan itulah sebaik-baik pahala orang yang beramal”.

Dari ayat diatas jelas sekali bahwa kiat yang perlu dilakukan untuk menjadi muttaqin antara lain adalah :

Pertama, Bersegera menuju ampunan Allah.

Perlu disadari bahwa hidup didunia ini sangatlah singkat, dan setiap saat seiring dengan perjalanan waktu, kontrak kita di dunia inipun terus berkurang, maka manfaatkan waktu yang tersedia dengan sebaiknya baiknya.

Ketika Allah menggunakan kata-kata ” bersegeralah !, Artinya kita disuruh cepat-cepat menuju ampunan Allah agar tidak terlambat, sebab waktu yang tersedia amatlah singkat, jadi kita mesti bersegera sebelum kesempatan itu keburu habis dan berakhir.

Kedua, Menafkahkan harta dalam keadaan lapang atau sempit

Orang yang gemar berinfak dijalan Allah biasanya di sebut dermawan, Dalam sebuah hadits disebutkan “Allah tidak menarik para kekasihnya kecuali atas dasar kedermawanan dan akhlak yang baik” (Hr. Ibnu Hibban). Dalam riwayat lain disebutkan “Sesungguhnya Allah menolakkan bencana kerena kehadiran kaum dermawan, karena merekalah manusia mendapat curahan hujan dan karena merekalah manusia ditolong Allah”.

Dalam pandangan Islam orang yang gemar berinfak untuk agama dan kemanusiaan tidaklah menjadikan yang bersangkutan jatuh miskin, malah sebaliknya Allah akan menggantinya dengan berlipat ganda.

Ditegaskan dalam QS.2 : 265 bahwa “Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat.

Bahkan Allah menganjurkan orang orang yang berada dalam kesempitan, hendaklah berinfaq agar dibebaskan dari kesempitan yang dideritanya, ditegaskan dalam Qs.65 : 7 “Dan orang orang yang disempitkan rizkinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadaNya. ……. Allah akan memberikan kelapangan setelah kesempitan” .

Ketiga, Menahan marah.

Sifat pemarah, tempramental dan emosional adalah salah satu penyakit hati. Imam Alghazali menegaskan ketika seseorang sedang marah, hati yang bersangkutan akan memanas bagai api yang membara, makin tinggi marahnya makin tinggi pula derajat panasnya hati sehingga sangat berbahaya. Dan dalam kondisi seperti itu syetan juga ikut mengipasinya sehingga panas hati memuncak dan membakar segalanya .

Dalam sebuah hadits disebutkan “Seorang sahabat berkata kepada Nabi saw, Ya Rasululloh, berpesanlah kepada kami, agar kami memperoleh keselamatan, lalu Nabi berpesan “jangan suka marah” sahabat itu bertanya berulang ulang dan nabi tetap berulang ulang menjawab “jangan suka marah” (Hr. Buhari). Dalam riwayat lain Rasul saw bersabda “Orang yang kuat itu bukanlah orang yang kuat bergulat, tetapi sebenarnya orang kuat itu adalah yang mampu menahan amarah” (Hr Muttafaq alaih).

Orang yang mampu menahan marah, berarti mampu mengendalikan hawa nafsu dan mengalahkan syetan, karena itu, ia merupakan salah satu karakter dari orang yang taqwa.

Keempat, Memaafkan kesalahan orang lain

Rsululloh saw bersabda ” Barang siapa memaafkan saat dia mampu membalas maka Allah akan memberinya maaf pada hari kesulitan”. (Hr. Tabrani)

Alangkah indahnya jika budaya memaafkan kita jadikan sebagai pola hidup, memaafkan yang bukan saja karena orang lain bersalah, melainkan menjadi sikap hidup itu sendiri, sebab betapa malunya kita dihadapan Allah kalau sampai kita tidak punya sifat pemaaf sementara Allah sendiri begitu sangat pemurah dan pemaaf.

Kelima, Berbuat baik pada orang lain

Suka berbuat baik, menurut alqur’an merupakan suatu keberuntungan yang besar, sebagaimana ditegaskan dalam Qs. 41 : 35 “Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.

Dalam sebuah hadits disebutkan “Barang siapa berbuat baik pada orang lain, Allah akan berbuat baik kepadanya, siapa yang membantu kesulitan orang lain, Allah akan membantu kesulitannya di hari kiamat dan siapa yang menutup aib orang lain maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan aherat (Hr. Muslim).

Alhasil, bila kita ingin mendapat kecintaan Allah, maka cintailah Allah ! dan tirulah akhlakNya !, bila Allah sumber kebaikan, maka kita harus suka berbuat baik, bila Allah maha penolong, kita juga mesti jadi penolong, bila Allah maha pengasih maka kita juga jangan kikir, demikian seterusnya. Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan, sesungguhnya Allah mencintai orang yang berbuat baik.

Keenam, Apabila berbuat salah langsung bertobat kepada Allah dan tidak mengulangi kembali kesalahannya

Orang yang baik itu bukan orang yang tidak pernah bersalah, tetapi yang segera menyadari kesalahannya dan segera bertobat kepadaNya. Dalam hadits nabi ditegaskan ” Seorang masuk sorga bukan karena amalnya, tetapi karena kasih sayang (rahmat) Allah ta’ala.” (Hr. Muslim)

Hadits diatas menunjukkan bahwa kasih sayang Allah jauh lebih besar dari adzabNya, ampunan Allah jauh lebih besar dari murkaNya. Sesungguhnya jika Allah betul-betul menerapkan keadilanNya, rasanya sedikit sekali manusia yang bakal masuk sorga. Ada hadits yang menyatakan “Tidak akan pernah masuk sorga seseorang yang dalam hatinya ada rasa takabbur walau sebesar debu”, realitasnya takabbur kita bukan sebesar debu tapi sebesar gunung, padahal sebesar debu saja diharamkan masuk sorga.

Ada pula hadits yang menyebutkan “Barang siapa memasukkan sesuap makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amal kebaikannya selama 40 hari”. Bila sesuap saja akan tertolak amal kebaikannya selama 40 hari, lalu berapa hari jika yang masuk ke perutnya dua milyar suap ? Jika memperhatikan hadits hadits itu, rasanya kita semua akan masuk neraka.

Jika Allah dengan keadilannya membalas kita dengan balasan setimpal atau mempertimbangkan semua amal kita, maka celakalah kita, sebab kalau kita mengandalkan amal baik kita, tentu sangat tidak cukup, Tetapi Rahmat Allah sungguh sangat luas dan tak terkirakan, dinyatakan dalam sebuah hadits qudsi : RahmatKu mendahului murkaKu (Hr. Muslim)
Read More/Selengkapnya...