QONA'AH

Ketika seorang mukmin memahami nilai dunia dan hakikat kehidupan di dunia; ketika hati seorang mukmin digenangi oleh keimanan,keikhlasan dan kedekatannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,(ihsan)maka ketika itu; dari pemahaman dan keimanan itu, akan lahirlah karakter mental yang sungguh berharga, yaitu qona’ah.

Apakah itu qona’ah ? Qona’ah berarti merasa cukup dengan apa yang ada, Qona’ah adalah menerima keputusan Allah dengan tidak mengeluh, merasa puas dan penuh keridhaan atas keputusan Allah,dan setiap harinya tetap berusaha sampai batas maksimal kemampuannyasebuah kata yang mudah untuk diucapkan, namun sulit untuk dipraktikkan, memang tidak gampang untuk mewujudkan sifat qona’ah ini hanya dengan nasihat singkat.

Fondasi yang utama dan pertama untuk menumbuhkan sifat ini adalah keyakinan yang benar. Keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengenal Allah dengan nama dan sifat-sifat-Nya berikut keagungan dan keindahan yang dikandungnya; keimanan yang mantap kepada hari akhir, keyakinan yang benar tentang takdir yang baik dan buruk; semua itu merupakan landasan utama untuk menumbuhkan sifat dan karakter mental yang sangat berharga ini.

Keimanan dan pengetahuan seorang mukmin terhadap Allah beserta nama dan sifatnya; akan menjadikan dirinya merenungkan firman, perintah dan penjelasan-Nya; yang hasilnya ia akan memahami hakikat dunia, hakikat dirinya, dan hakikat qona’ah beserta manfaatnya di dunia dan di akhirat.

Keimanan kepada hari akhir akan mendorong seorang mukmin untuk memiliki sikap zuhud terhadap dunia. Zuhud tidak berarti harus menjauhi kehidupan dunia apa lagi sampai mengucilkan diri dari keramaian. Kita hanya perlu membatasi mana yang perlu mana yang tidak. Kemudian kita pilah-pilah mana yang akan mendatangkan manfaat mana yang bakal mudharat. Mana yang diridhoi Allah mana yang dibenciNya. Sikap zuhud pemikirannya selalu tertuju kepada hari akhir dan seluruh rangkaiannya, terutama ketika amal-amal kita dihisab. Dengan bekal ini ia paham, bahwa hidup dunia hanyalah sementara, sebagaimana yang ia pelajari dari sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Apa perluku dengan dunia? Perumpamaanku dengan dunia hanyalah ibarat pengendara yang tidur siang sejenak di bawah naungan sebuah pohon, kemudian berangkat di sore hari dan meninggalkannya.” (HR.Ahmad dan Tirmidzi). Untuk lebih tegasnya lagi Allah berfirman dalam Alqur an surat Al Hadiid ayat ke 20 yang artinya:
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”.
Di awal ayat dijelaskan bahwa kita hidup didunia ini bukan untuk bersenang senang yang membuat kita lalai dari kehidupan yang sesungguhnya, yang kekal abadi yaitu kehidupan di akhirat nanti yang pasti akan kita lalui baik suka atau tidak,mau atau tidak mau.
Kemudian di akhir ayat ditegaskan bahwa kita jangan sampai tertipu oleh gemerlapnya dunia yang berupa kekayaan ,kemegahan dan kebanggaan akan banyaknya harta dan anak.
Sikap zuhud ini akan menjadikannya bersikap menerima apapun yang terjadi dengan dirinya dengan senang hati.
Keimanan terhadap takdir yang baik maupun buruk akan memberikan sikap tenang dan ridho terhadap apa yang dialami, suka maupun duka. Hatinya senantiasa lapang, ia tidak mengenal kata gundah gulana dengan sedikitnya rizki, lemahnya daya, maupun kemiskinan yang menimpanya.
Sebagaimana akhlak-akhlak mulia lainnya, sebagai karakter mental, qona’ah dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya pendidikan, lingkungan, bertambah dan berkurangnya iman, serta ketinggian dan kerendahan cita-cita.
Syaikh Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari menyebutkan beberapa faktor yang mendukung kita untuk memperoleh akhlak yang sangat berharga ini antara lain :
1. Ilmu agama
Ilmu agama merupakan faktor utama untuk memperoleh sikap yang tidak terkira ini. Dengan ilmu, kita mengetahui hakikat, manfaat, dan bahaya jika melalaikan qona’ah. Ilmu agama menjelaskan kepada kita hakikat dunia, menyingkap rahasia-rahasianya, dan bahaya-bahaya terlalu berorientasi kepadanya. Ilmu agama akan mendorong kita untuk mencintai dan mengerahkan seluruh perhatian kita kepada kampung akhirat, kehidupan yang kekal dan abadi.
Firman Allah dalam qur-an surat Al An’aam ayat 32 :
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka . Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”
Dengan ilmu pula kita memperoleh pengetahuan tentang Allah Azza wa ‘Ala dengan seluruh nama-Nya yang husna dan sifat-Nya yang tinggi. Kebenaran akidah: iman kepada hari akhir dan iman kepada takdir yang baik maupun buruk, merupakan pondasi dasar yang memiliki pengaruh sangat besar dalam mewujudkan sifat qona’ah, semuanya dapat diperoleh dengan ilmu agama.
2. Keimanan yang mantap
Ilmu yang kita miliki (insya Allah) berbuah menjadi keimanan yang mantap. Kuat lemahnya sifat qona’ah dalam menghadapi berbagai “fitnah” dunia ini, sesuai dengan tingkat kekuatan iman yang ada pada setiap kita. Pemahaman yang benar tentang qodho dan qodar,pemahaman tentang pembagian rizki dan keadaan hidup seluruh manusia sejak zaman azali.{pembagian yang dilakukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan ketetapan berdasarkan kebijaksanaan dan ilmu-Nya. Jika kita memahami bahwa ambisi, keluh kesah, dan perhatian kita terhadap dunia dan harta, tidak akan menambah rizki yang telah ditetapkan oleh Allah}pemahaman ini yang dapat menumbuhkan sifat qona’ah, tenang, rileks terhadap keadaan yang diterimanya, apakah kita kaya maupun miskin. Yang penting happy dengan takdir Allah.
Sikap ridho seorang mukmin dalam menghadapi ketetapan qodho dan qodar Allah akan memberikan kepadanya mata yang jeli dalam melihat kondisi kehidupan dan hakikat pembagiannya. Yang menetapkan rizkinya adalah Allah, Allah juga yang telah membeda-bedakan tingkat rizki, melebihkan yang satu terhadap yang lainnya. Perbedaan ini merupakan ujian bagi kita; ujian bagi orang kaya dengan kelebihannya, ujian bagi orang miskin dengan kekurangannya. Perbedaan antara orang kaya dengan orang miskin dalam rizki bukan merupakan bukti mengenai perbedaan kedudukan keduanya di dunia maupun di sisi Allah Azza wa Jalla.
Firman Allah dalam al qur-an surat Az Zukhruf : 32
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
Sabda Nabi :
“Bersikaplah ridho terhadap apa yang dibagikan oleh Allah, niscaya kamu menjadi manusia yang paling kaya.” (HR.Ahmad)
3. Perjuangan Mental dan Bersabar
Sesuai dengan kebijaksanan-Nya, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi kita nafsu yang senantiasa menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat.
Salah satu bentuk keliaran nafsu adalah permusuhannya terhadap sikap qona’ah. Selama kita tidak melawan nafsu beserta keliarannya, ketika itu kita telah membuka pintu-pintu ambisi, ketamakan, kerakusan, kekikiran, dan keluh kesah.
Sabda Nabi :
“Jauhilah sifat syuhh, karena sifat syuhh telah membinasakan orang-orang sebelummu, mendorong mereka untuk menumpahkan darah dan melanggar hal-hal yang diharamkan untuk mereka.” (HR.Muslim)
Menurut Imam Ibnu Rojab al Hanbali rahimahullah bahwa syuhh adalah ambisi besar yang mendorong pemilikinya mengambil banyak hal yang tidak halal, tidak menunaikan kewajiban terhadapnya. Substansi sifat ini adalah kerinduan diri kepada apa yang diharamkan oleh Allah serta tidak puas dengan yang telah dihalalkan oleh Allah, baik menyangkut harta, kemaluan, atau lainnya.
Mengendalikan nafsu dan memaksanya memiliki sikap qona’ah membutuhkan kesabaran dan ketabahan dari seorang mukmin. Kesabaran di sini berkaitan dengan hal-hal yang diharamkan dan hal-hal yang meragukan; karena sifat qona’ah menuntut sikap zuhud, ridho, dan waro’. Sabar dalam ketaatan dan tidak berbuat maksiat.
4. Berdoa dan Memohon kepada Allah
Salah satu do’a Nabi : “Allahumma inni as alukal hudaa wattuqoo wal ‘afaafa wal ginaa”. Artinya :
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, sikap menjaga martabat, dan kekayaan.” (HR.Muslim)
Syaikh Abdurrahman Nashir As-Sa’di rahimahullah, berkata:”Ini merupakan salah satu doa yang paling luas cakupan maknanya dan paling bermanfaat. Doa ini mengandung permohonan agar dikaruniai kebaikan di dunia dan akhirat. ‘Afaf (sikap menjaga martabat) dan ghina (kekayaan) mengandung arti menjaga kehormatan di hadapan sesama manusia, tidak menggantungkan diri kepada mereka dan merasa kaya dengan Allah, rizki-Nya, sikap menerima dengan senang hati terhadap apa yang ada pada dirinya, serta diperolehnya kecukupan yang bisa menenangkan hati. Dengan semua itu, sempurnalah kebahagiaan hidup di dunia dan ketenangan batin, dan itulah hayah thoyyibah (kehidupan yang baik).
5. Menjauhi Orang-Orang yang Suka Berkeluh Kesah
Teman, kawan, orang-orang di sekitar kita, sangat besar pengaruhnya pada diri kita. Siapa yang lama berkawan dengan orang-orang yang suka berkeluh kesah dan ambisius, maka akan tertimpa penyakit mereka. Hawa nafsu dan akhlak mereka akan menular kepada dirinya,seperti menularnya virus sars atau flu burung yang sekarang lagi ngetop. Sebaliknya, berkawan dengan orang-orang sholih, senantiasa berdzikir, zuhud, akan mendorong kita mengikuti mereka: memiliki sifat qona’ah, zuhud, menerima dengan senang hati semua rizki yang telah dibagikan oleh Allah.
Sabda Nabi lainnya “Seseorang mengikuti agama kawan dekatnya, maka hendaklah setiap orang dari kalian memperhatikan siapa yang menjadi kawan dekatnya.”
6. Melihat yang “di bawah”
Mari kita simak sebuah hadist dibawah ini :
“Andaikata anak Adam memiliki satu lembah emas, pasti ia ingin memiliki dua lembah, dan mulutnya tidak kunjung bisa dipenuhi, kecuali dengan tanah. Dan Allah menerima taubat siapa yang bertaubat.” (HR.Bukhari-Muslim)
Manusia, memiliki watak dasar yang mendorongnya untuk mencintai harta dan dunia. (terkadang) hal ini menjadikan kita melupakan nikmat-nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Bagaimanapun keadaan yang ada pada diri kita, setiap kita pasti telah dikaruniai nikmat dari Allah yang saking banyaknya tidak mampu kita inventarisir dan hitung. Bukan hanya telah, tapi semua yang telah dan akan kita alami adalah nikmat dan karunia Allah yang tak terkira.
Namun, nikmat dan karunia yang telah Allah berikan secara gratis kepada kita, terkadang terabaikan. Kita merasa kurang dan kurang… kita tidak peduli dan tidak menyadari nilainya… Hal ini bisa jadi karena kita selalu melihat orang-orang yang mendapat nikmat lebih baik dari kita.
Seandainya kita melihat orang-orang yang tidak seberuntung kita, orang-orang yang ada “dibawah” kita… atau satu atau beberapa nikmat dari Allah dicabut (misal: nikmat sehat)… baru kita merasakan nikmat-nikmat itu… barulah kita merasa tenang; oleh karena itu; salah satu faktor yang mendorong tumbuhnya sifat qona’ah adalah melihat orang yang keadaannya “dibawah” kita.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Lihatlah kepada siapa yang lebih rendah dari kalian, jangan melihat kepada siapa yang lebih tinggi dari kalian; karena itu akan menjadikan kalian tidak menyepelekan nikmat Allah.” (HR.Bukhori)
Inilah beberapa cara untuk menumbuhkan sifat qona’ah dan menerima dengan senang hati rizki dan penghidupan yang telah dibagikan Allah kepada setiap kita. Sehingga hati kita menjadi benar-benar bersih,banyak bertasbih sehingga akhirnya tergolongkan menjadi orang-orang sholih.
Semoga Allah senantiasa menghiasi diri, keluarga, dan keturunan kita; serta kaum muslimin dengan sifat qona’ah. Amiin.